Friday, June 20, 2014


LAPORAN AKHIR
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM
IDENTIFIKASI BAKTERI CLOSTRIDIUM BOTULINUM DALAM MAKANAN KALENG SEBAGAI POTENSI BOTULISME

BIDANG KEGIATAN
PKM PENELITIAN ( PKMP )

Disusun Oleh :
ARNI PURWANINGTYAS           ( 4401412123 )


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
JANUARI, 2013

HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan                    : IDENTIFIKASI BAKTERI CLOSTRIDIUM BOTULINUM DALAM MAKANAN KALENG SEBAGAI POTENSI BOTULISME.


 


 
2. Bidang Kegiatan                 :           PKMP                           PKMK


 


 
                                                PKMT                           PKMM
3. Bidang Ilmu                        : (   ) Kesehatan                     (    ) Pertanian
  (     ) MIPA                           (    ) Teknologi Rekayasa
                                                  (     ) Sosial Ekonomi             (    ) Humaniora

                                                  (     ) Pendidikan                              
4. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap       : Arni Purwaningtyas
b. NIM                      : 4401412123
c. Jurusan                   : Biologi
d. Universitas             : Universitas Negeri Semarang
e. Alamat Rumah        : Perum. Grafika Indah no.9 RT 6/I  Banyumanik, Semarang.
5. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis            : 1 orang
6. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar               : Ir. Kuntoro Budiyanto
b. N I P                                              : 195607031990021001
7. Jangka waktu pelaksanaan                          : 3 bulan
8. Biaya kegiatan Total  
a. Dikti                                                : Rp 2.150.000,00
Semarang, 3 Januari 2013
Menyetujui                                                                 
Ketua Jurusan Biologi,                                                Pelaksana Kegiatan

(Andin Irsadi, S.Pd., M.Si. )                                       ( Arni Purwaningtyas )
NIP 197403102000031001                                        NIM 4401412123

Pembantu Rektor Bidang                                           Dosen Pendamping
Kemahasiswaa
( Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd.)                                      ( Ir. Kuntoro Budiyanto )
NIP. 196205081988031002                                       NIP. 195607031990021001



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian yang berjudul “ IDENTIFIKASI BAKTERI CLOSTRIDIUM BOTULINUM DALAM MAKANAN KALENG SEBAGAI POTENSI BOTULISME ” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan akhir ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung serta membimbing penulisan, karya tulis ini tidak akan selesai dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.       Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd. selaku Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswan Universitas Negeri Semarang.
2.       Andin Irsadi, S.Pd., M.Si.  selaku Ketua Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang
3.       Ir. Kuntoro Budiyanto selaku Dosen Pembimbing PKM
4.       Bapak dan Ibu tercinta yang telah mengorbankan segala-galanya demi tercapainya cita-cita ananda
5.       Teman-teman di UNNES yang telah memberikan motivasi kepada penulis
6.       Semua pihak yang telah membentu penulis dalam menyelesaikan laporan akhir PKM ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis berharap karya ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, terutama kalangan mahasiswa yang merupakan ujung tombak kemandirian bangsa. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan karya-karya penulis di masa mendatang.


Semarang, 3 Januari 2013

Penulis



I.                   PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Makanan yang aman adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena itu kualitas makanan, baik secara bakteniologi, kimia, dan fisik, harus selalu diperhatikan. Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme.
Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peran penting dalam pembentukan senyawa yang memproduksi bau tidak enak dan menyebabkan makanan menjadi tak layak makan. Beberapa mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat menimbulkan bahaya bagi yang mengonsumsinya. Kondisi tersebut dinamakan keracunan makanan.
Keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresi ke dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah pembentukan toksin dalam makanan. Organisme yang menyebabkan keracunan makanan salah satunya adalah Clostridium botulinum (Astawan, 2007).
C. botulinum dapat menghasilkan molekul protein dengan daya keracunan yang sangat kuat yang dikenal dengan botulinin. Botulinin tersebut yang menyebabkan botulisme, yaitu penyakit keracunan makanan yang terkontaminasi oleh C. botulinum.
Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan tumbuhnya Clostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri thermophilik (tahan panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen). Bakteri ini menghasilkan toksin (racun) yang dapat menyerang saraf (karena menyerang saraf maka disebut neurotoksin). Gejala keracunan ini (botulism) dapat terjadi selang beberapa jam sampai satu atau dua hari setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi Clostridium botulinum. Beberapa gejala yang timbul antara lain mulut kering, penglihatan kabur, tenggorokan kaku, kejang-kejang dan dapat mengakibatkan penderita meninggal karena sukar bernafas (Wiwit, 2008).
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menghitung total bakteri Clostridium botulinum sebagai penghasil racun (enterotoksin atau eksotoksin) yang dapat mencemari badan air  pada bahan pangan dengan sampel yang digunakan adalah berbagai jenis makanan kaleng. Selain itu pengujian daya tahan mikroba terhadap panas yang dilakukan dengan sentrilisasi.

B.     Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibuat adalah            :
1.      Apakah di setiap jenis makanan kaleng mengandung bakteri Clostridium botulinum?
2.      Apakah masyarakat awam sudah tau akan adanya bakteri Clostridium botulinum dalam makanan kaleng?
3.      Bagaimana pengaruh bakteri Clostridium botulinum dalam makanan kaleng yang menyebabkan botulisme?

C.    Tujuan Program
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui bahwa di setiap jenis makanan kaleng terkandung bakteri Clostridium botulinum.
2.      Untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan adanya bakteri Clostridium botulinum dalam makanan kaleng.
3.      Mengetahui pengaruh bakteri Clostridium botulinum dalam makanan kaleng  yang menyebabkan botulisme.

D.    Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah wawasan masyarakat semakin bertambah mengenai adanya bakteri Clostridium botulinum dalam makanan kaleng yang merupakan racun yang dapat menyebabkan kematian bagi konsumennya.

E.     Kegunaan Program
Kegunaan Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu :
a.       Bagi Masyarakat
Hasil program penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menambah pengetahuan masyarakat dan mendorong masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan-makanan kaleng.
b.      Bagi Peneliti lain
Hasil program penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lain sebagai bahan rujukan dalam pengembangan penelitian lebih lanjut.
c.       Bagi Perkembangan IPTEK
Hasil program penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mendorong perkembangan teknologi pangan dan pengetahuan tentang macam-macam mikroorganisme.
d.      Bagi Kesehatan Sosial
Hasil program penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menanggulangi berbagai penyakit yang seringkali membuat si penderita cemas dan khawatir karena racun yang dihasilkan tidak mengganggu alat pencernaan, melainkan mengganggu urat saraf tepi hingga berujung kematian.

II.                TINJAUAN PUSTAKA
1.      Mikrobiologi Pangan
Mikrobilogi pangan adalah ilmu yang mempelajari pengaruh proses pengolahan terhadap  sel mikroorganisme, termasuk mekanisme ketahanan mikroorganisme terhadap proses pengolahan. Disamping itu, ilmu mikrobiologi pangan merupakan ilmu yang juga mempelajari perubahan-perubahan yang merugikan seperti kebusukan dan keracunan makanan, maupun perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti dalam fermentasi makanan. Proses pengolahan dan pengawetan makanan tidak sepenuhnya dapat mencegah semua perubahan-perubahan yang merugikan. Contonya, pada makanan-makanan  yang telah diawetkan dengan pembekuan atau pengeringan, enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan masih mungkin aktif dan menyebabkan perubahan warna, tekstur maupun citarasa dari suatu produk pangan. Hal ini menunjukkan sebelum produk pangan mengalami proses pembekuan atau pengerimngan sebaiknya dilakukan  proses pendahuluan dengan pemanasan, seperti blansir, yang berguna untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan mentah.
Ketahanan mikroorganisme maupun enzim-enzim yang terdapat di dalam sel mikroorganisme berbeda terhadap berbagai proses pengawetan dan pengolahan. Contohnya, penyimpanan makanan pada suhu rendah pada umumnya dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, tetapi suhu penyimpanan tersebut bahkan dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang tergolong psikrofilik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan. begitu juga dengan penambahan garam pada umumnya dapat menghambat kebanyakan mikroorganisme, tetapi dapat merangsang pertumbuhan bakteri halofiilik yang sering mengakibatkan perubahan warna.
Tidak saja ketahanan mikroorganisme dalam bahan pangan yang berbeda, karakteristik dalam masing-masing produk pangan adalah berbeda, dimana sifat tersebut akan mempengaruhi komposisi dari bahan pangan, cara pengolahan, dan kondisi penyimpananannya. Hal ini menunjukkan bahwa sifat mikrobiologi pada setiap produk berbeda dan sangat spesifik.

2.      MORFOLOGI
Sel vegetatif C. botulinum berbentuk batang dan berukuran cukup besar untuk ukuran bakteri. Panjangnya antara 3 μm hingga 7 – 8 μm. Lebarnya antara 0,4 μm hingga 1,2 μm.
Pada pengecatan Gram, C. botulinum yang mengandung spora bersifat Gram positif, sedangkan C. botulinum yang tidak mengandung spora bersifat Gram negatif. Namun, C. botulinum termasuk bakteri Gram positif.
Spora yang dihasilkan oleh sel Clostridium secara struktural sangat berbeda dengan sel pada spesies itu sendiri, tapi yang terkenal adalah spora pada Clostridia yang bersifat patogen. Lapisan paling luar spora disebut dengan exosporium. Exosporium ini bervariasi antara masing – masing species, terkenal pada species yang bersifat patogen, termasuk C. botulinum. Lapisan di bawah exosporium disebut dengan membran spora, terdiri atas protein yang strukturnya tidak biasa. Bagian tengah spora mengandung DNA spora, ribosom, enzim, dan kation. Kandungan logam pada spora C. botulinum berbeda dari kandungan metal pada Bacillus. Strain proteolitik C. Botulinum dapat menghasilkan spora yang sangat resisten dengan pemanasan tinggi.
C. botulinum merupakan bakteri anaerob yang tidak dapat tumbuh di lingkungan anaerob. Hasil uji pertumbuhan pada media agar aerob adalah negatif. C. botulinum bersifat motil atau dapat bergerak dengan flagel yang berbentuk peritirik. Motilitas C. botulinum ini umumnya sulit ditunjukkan, terutama pada strain yang sudah cukup lama ditanam. C. botulinum merupakan bakteri Gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan antara 80 – 90% dari komponen dinding sel. C. botulinum tidak dapat membentuk kapsula maupun plasmid. Bakteriofag pada genus Clostridium dapat diasosiasikan dengan neurotoksisitas dari C. botulinum tipe C dan D (Elvira, 2008).
1.1 Toksin
C. botulinum menghasilkan toksin yang disebut neurotoksin atau BoNT (botulinum neurotoxin). Neurotoksin ini merupakan eksotoksin karena toksin dikeluarkan oleh bakteri ke lingkungan. Toksin botulinum ini memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan toksin tetanus. Namun, toksin botulinum mempengaruhi syaraf periferi karena memiliki afinitas untuk neuron pada persimpangan otot syaraf.
Terdapat tujuh macam toksin yang berbeda – beda yang dihasilkan oleh C. botulinum, yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Toksin tipe A, B, dan E 9 (dan kadang – kadang F) merupakan toksin yang menyebabkan penyakit botulisme pada manusia. Tujuh macam toksin yang dihasilkan oleh C. botulinum ini telah diidentifikasi dan sudah dapat disintesis sebagai polipeptida rantai tunggal dengan bobot molekul 150.000 dalton yang kurang toksik. Setelah dipotong dengan protease, akan terbentuk dua rantai polipeptida, yaitu rantai ringan atau sub unit A dengan bobot molekul 50.000 dalton dan rantai berat atau sub unit B dengan bobot molekul 100.000 dalton. Kedua rantai ini dihubungkan oleh ikatan disulfida. Sub unit A merupakan toksin yang paling toksik yang pernah diketahui.
Beberapa strain C. botulinum pembentuk toksin menghasilkan bakterifaga yang dapat menginfeksi straun lain yang nontoksin dan mengubahnya menjadi toksigenik.

3.      FISIOLOGI
C. botulinum termasuk bakteri yang bersifat mesophilic dengan suhu optimum untuk tumbuh yaitu 370 C untuk strain jenis A dan B serta 300 C untuk strain jenis E. Suhu terendah dari strain jenis A dan B adalah 12,50 C namun pernah juga dilaporkan bahwa kuman dapat tumbuh pada suhu 100 C. Disisi lain spora jenis E dikatakan mampu tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 3,30 C, sementara jenis F dilaporkan tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 40 C . Secara umum strain jenis E dan B bersifat non-proteolitik serta strain F suhu minimum untuk tumbuhnya lebih kurang 100 C lebih rendah daripada strain A dan B. Sedangkan suhu maksimum untuk tumbuhnya yaitu : jenis A dan B pada suhu 500 C. Strain jenis E memiliki suhu maksimum 5 derajat lebih rendah dari strain A dan B dengan suhu optimumnya yaitu 300 C (Suardana, 2001; Cliver, 1990 ; Jay, 1978).
Produksi toksin dari C. botulinum tergantung dari kemampuan sel untuk tumbuh di dalam makanan dan menjadi autolisis disana (Suardana, 2001; Frazier dan Westhoff, 1988). Lebih lanjut produksi toksin dipengaruhi oleh komposisi dari makanan atau medium terutama glukosa atau maltosa yang diketahui sangat potensial terhadap produksi toksin, kelembaban, pH, potensial redok, kadar garam, temperatur dan waktu penyimpanan.
Berdasarkan atas pH, dilaporkan bahwa C. botulinum tidak mampu tumbuh pada pH di bawah 4,5. Lebih jauh dilaporkan bahwa organisme akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan toksin pada pH 5,5-8,0 (Suardana, 2001; Jay, 1978). Sedangkan Frazier dan Westhoff (1988) menyatakan bahwa nilai pH minimal untuk pertumbuhan sel vegetatif adalah 4,87 sedangkan untuk petumbuhan spora 5,01 di dalam cairan kaldu.
Nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan bersifat komplek, diperlukan asam amino, vitamin B dan mineral. C. botulinum jenis A dan B memerlukan kadar air 0,94 dan jenis E pada 0,97 Dilaporkan bahwa kadar garam 10% atau 50% sukrosa akan menghambat pertumbuhan jenis A dan B. Tar dalam Jay (1978) menyatakan bahwa pada konsentrasi 25-500 ppm dapat menghambat jenis A lebih dari sebulan pada suhu optimum dengan pH 5,9-7,6. Di dalam penelitian pembentukan toksin jenis E dan pertumbuhan sel didalam kalkun yang diinkubasikan pada suhu 300 C, Midura et al., dalam Jay (1978) menemukan bahwa spora jenis E akan memperbanyak diri dan menghasikan toksin dalam waktu 24 jam. Penampakan toksin bertepatan dengan pertumbuhan sel selama 2 minggu setelah toksin berada di luar sel hidup. Penemuan ini mengungkapkan bahwa kemungkinan ditemukannya toksin jenis E di dalam makanan tanpa ditemukannya sel jenis E.
Makanan yang mengandung toksin umumnya tanpa jenis organisme yang lain, hal ini disebabkan oleh perlakuan panas dan pengepakan vakum. Dilihat dari kehadiran ragi, kuman dilaporkan dapat tumbuh dan menghasilkan toksin pada pH rendah 4,0. Ragi dianggap menghasilkan faktor pertumbuhan yang diperlukan oleh Clostridia untuk tumbuh pada pH rendah, sementara bakteri asam laktat diasumsikan sebagai alat pertumbuhan dengan terjadinya penurunan potensial redok. Sejumlah strain C. perfringens menghasilkan penghambat yang efektif terhadap 11 strain tipe A, 7 B proteolitik, dan 1 non proteolitik, pada 5 strain E dan 7 strain F. Kautter et al., dalam Jay (1978) menemukan bahwa strain jenis E dihambat oleh organisme non toksik lainnya yang mempunyai ciri morfologi dan uji biokimia yang sama dengan tipe E. Organisme yang menunjukkan efek penghambatan ini menghasilkan substansi seperti bakteriocin yang dikenal dengan nama bioticin. Laporan menunjukkan bahwa adanya kaitan antara C. botulinum tipe F dalam sampel lumpur selama periode waktu tertentu dengan kehadiran dari Bacillus licheniformis, dan kahadiran bakteri ini dianggap sebagai pembawa faktor penghambat untuk pertumbuhan strain jenis F (Suardana, 2001)

4.      TAKSONOMI


Klasifikasi Clostridium botulinum adalah : Clostridium botulinum.   
Kingdom : Bacteria
Divisi   : Firmicutes
Kelas   : Clostridia
Ordo    : Clostridiales
Famili  : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Species :Clostridium botulinum
5.      EKOLOGI
Penyebaran bakteri C. botulinum melalui spora yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Spora C. botulinum dapat ditemukan di saluran pencernaan manusia, ikan, burung, dan hewan ternak. Selain itu, spora C. botulinum juga dapat ditemukan di tanah, pupuk organik, limbah, dan hasil panen. Spora tersebut dapat berakhir di usus hewan yang memakan hewan atau tumbuhan yang terkontaminasi spora tersebut kemudian memasuki rantai makanan manusia.
Jika spora memasuki lingkungan yang anaerob, misalnya pada kaleng makanan, spora – spora tersebut akan tumbuh menjadi bakteri yang dapat menghasilkan neurotoksin. Pada makanan yang tertutup dan pH nya rendah (lebih dari 4,6) merupakan tempat pertumbuhan bakteri C. botulinum yang kemudian dapat memproduksi racun. Faktor lain yang mendukung tumbuhnya spora menjadi sel vegetatif adalah kadar garam yang di bawah 7%, kandungan gula di bawah 50%, temperatur 4oC – 49oC (suhu kamar), kadar kelembapan tinggi, serta sedikitnya kompetensi dengan bakteri flora (Elvira, 2008).
6.      MAKANAN KALENG
Makanan kaleng adalah produk olahan pangan yang sudah diawetkan agar tahan lama. Di dalam bukunya yang sangat terkenal, Thermobacteriology in Food Processing, Prof. Dr. C.R. Stumbo mengatakan bahwa makanan yang dikalengkan secara hermitis (penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, mikrobia atau bahan asing lain) merupakan produk teknologi pengawetan yang sudah lama dikenal.        Makanan yang diawetkan dengan proses sterilisasi komersial, masih mengandung mikroba tetapi tidak dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan yang normal.
Proses sterilisasi ini merupakan upaya penghancuran mikroba patogen
beserta sporanya. Karena ada spora bakteri tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi, sterilisasi harus dilakukan pada suhu 2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas (autoklav) selama 15 menit. Produk selanjutnya ditutup secara hermitis sehingga tidak memberi kesempatan mikroba masuk kembali. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu sangat tergantung pada derajat keasaman (pH) produk. Semakin rendah pH produk, misalnya sari buah, makin rendah suhu pemanasan yang digunakan.
Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi dan kondisi udara dalam head space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah daya simpannya (shelf life loss). Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluwarsa. Bila menggunakan bahan baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas yang tidak berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun. Makanan kaleng biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dalam arti dapat disimpan pada suhu kamar dan di segala tempat. Namun, penyimpanan pada suhu rendah dan kering dapat memperpanjang masa simpan. Di sisi lain penyimpanan pada tempat yang lembab dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang tidak diinginkan.
Kerusakan yang lain dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan. Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan. Bila dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dan kelak memproduksi racun.
Ada beberapa hal yang harus diwaspadai supaya kita terhindar dari toksin (racun) Clostridium botulinum  yang merupakan mikroorganisme indikoator keamanan  dalam makanan kaleng yang kerap kali hadir. Bakteri yang berbahaya ini umumnya menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (anaerobik) dan mampu melindungi diri dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora. Cara hidup yang demikian memungkinkan bakteri ini dapat hidup pada makanan kaleng, terutama pada jenis-jenis makanan yang bahan bakunya daging, ikan, sayur yang pHnya di atas 4,6 alias nilai keasaman relatif rendah. Bila kondisi pertumbuhannya sesuai, toksin botulinum yang sangat berbahaya itu bisa dihasilkan. Jika dikonsumsi maka racun tersebut akan menyerang susunan saraf dan dampaknya bisa melumpuhkan, menyulitkan pernapasan serta menyebabkan kematian.
6.1 Indikator Kebusukan
Masa simpan atau daya awet dari produk daging dan unggas dapat diketahui dari kandungan mikroorganisme pembusuk di dalamnya. Kebusukan yang umum terjadi dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi produk, proses termal yang diterapkan terhadap produk, kontaminasi selama pengolahan dan pengepakan, cara pengepakan, dan suhu, serta waktu penyimpanan.
Mikroorganisme yang menjadi indicator kebusukan pada produk pangan daging merah dan unggas ini bervariasi tergantung dari jenis produknya. Untuk daging segar yang belum diolah, dimana kebusukan biasanya disebabkan oleh bakteri gram negative berbentuk batang seperti  Pseudomonas, biasanya ditetapkan pada suhu 20°C hitungan cawan selama tiga hari menggunakan Plate Count Agar (PCA). Sedangkan produk daging yang di kemas di dalam plastic yang tidak tembus oksigen, misalnya pada sosis yang dikemas/dibungkus secara vakum di dalam plastic, kebusukan disebabkan oleh bakteri asam laktat. Dalam keadaan ini, inkubasi masih dapat dilakukan pada suhu 20°C selama tiga hari, PCA dapat diganti dengan agar APT untuk memperbesar ukuran koloni. Jika digunakan medium PCA, bakteri asam laktat akan membentuk koloni berukuran kecil.
Jumlah bakteri asam laktat di dalam produk daging olah yang di kemas secara vakum mempengaruhi kecepatan pembusukan suatu produk pangan yang ditandai dengan terjadinya perubahan citarasa menjadi asam dan perubahan warna cairan daging yang keluar menjadi keputih-putihan. Jumlah hitungan cawan aerobic pada produk-produk pangan yang baru diolah menunjukkan jumlah bakteri yang tahan terhadap proses pengolahan dan tingkat kontaminasi peralatan dan sumber lainnya. Namun daya simpan dari produk daging yang dikemas tidak dapat diketahui dari jumlah hitungan cawan aerobiknya, karena sebagian besar bakteri yang terhitung dalam pengujian total koloni bakteri aerobic tidak dapat utmbuh selama penyimpanan dengan kondisi vakum tersebut.
III.             METODE PENELITIAN

A.    Lokasi dan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi FMIPA UNNES. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan ( Oktober 2012 - Januari 2013 ).

B.     Variabel
1.      Variabel Eksperimen
Variabel eksperimen adalah kondisi yang hendak diselidiki bagaimana pengaruhnya terhadap gejala yang dibagi menjadi dua yaitu :
a. Variabel akibat (Dependent variables), yaitu bakteri Clostridium botulinum.
b. Variabel penyebab (Independent variables), yaitu komposisi berbagai jenis-jenis makanan kaleng.
2.      Variabel Non Eksperimen
Variabel non eksperimen atau variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu :
a.      Controlled variables
Controlled variables merupakan bagian dari variabel non eksperimen yang dapat dikontrol (variabel yang tidak diteliti namun dapat dikontrol).
Pengontrolan variabel ini dilakukan dengan pemilihan alat dan pengolahan bahan dengan persamaan karakter dan perlakuan yang sama. Controlled variables dalam penelitian ini adalah : (1) jarum ose, (2) teknik sterilisasi, (3) kadar air, (4) bahan, meliputi media PCA (Plat Count Agar).
b.      Extraneous variables
Extraneous variables merupakan bagian dari variabel non eksperimen yang ada diluar kekuasan eksperimen untuk dikontrol, yaitu : (1) rasa, (2) suhu, (3) kelembaban.

C.    Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang mencoba mengetahui teknik identifikasi bakteri Clostridium botulinum dalam makanan kaleng sebagai potensi botulisme.

D.    Instrumen Pelaksanaan
Data yang diambil berupa data persen kadar (%) dengan menggunakan parameter recovery. Recovery didapatkan dari : 1) komposisi bahan, 2) bahan  berbagai jenis makanan kaleng untuk analisis, 3) teknik pembuatan sampel. Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengambilan data adalah 1) alat sterilisasi, dan 2)  jarum ose.

E.     Prosedur Penelitian
a.       Persiapan Sampel Penelitian
Persiapan sampel penelitian dilakukan dengan mempersiapkan berbagai jenis makanan kaleng yang berhasil dikumpulkan.
b.      Pelaksanaan Penelitian
Bahan dan Peralatan Praktikum
Bahan yangdugunakan dalam praktikum ini adalah berbagai jenis makanan kaleng. Bahan kimia yang digunakan antara lain media PCA (Plat Count Agar), garam Fisiologis, Kristal violet, iodium, alkohol, safranin, aquades.
Peralatan yang digunakan timbangan analitik, onkubator, pipet 1 ml, jarum ose, kaca preparal, pipet tetes, erlemeyer, tabung reaksi, kompor listrik, autoclave, bunsen, pertridish, termometer.
Tahapan Penelitian :
a.      Sterilisasi Alat
Alat-alat seperti tabung reaksi, petridish, piper 1 ml, media kultur dan garam fisiologis disterilkan dalam autoclave pada suhu 121C selama 15 menit dengan tekanan 15 lb (Volk dan Wheeler, 1988). Jarum ose disterilkan dengan membakarnya diatas api bunsen hingga membara, dibiarkan beberapa saat dan digunakan untuk setiap kali penggunaannya.
b.      Pembuatan Media Agar  (PCA)
Setelah semua peralatan dibersihkan dan disterilkan, maka PCA ditimbang dalam erlemeyer sebanyak 13,5 gram/200 ml aquades. Selanjutnya, larutan dihomongenkan dengan magnetic stirrer sampai homogen. Medium di panaskan diatas kompor listrik sampai mendidih dengan hati-hati agar medium tidak melimpah dari erlemeyer. Selanjutnya, dilakukan sterilisasi dengan autoclave pada suhu 121 C selama 15 menit, tekanan 15 lb. Terakhir medium dituangkan ke dalam petridish yang telah disterilkan dan dibiarkan membeku.
c.       Jumlah Total Koloni Bakteri
Pelaksanaan perhitungan jumlah bakteri yang terdapat di dalam makanan kaleng menggunakan Standat Plate Count dengan Spread method berdasarkan modifikasi metode Harley dan Prescott (1993) yaitu:
1.      Semua peralatan untuk menganalisis jumlah  bakteri disterilkan dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 121ºC dengan tekanan 15 lb, terlebih dahulu dibungkus dengan kertas.
2.      Diambil sampel 1 gram dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan garam fisiologis, sehingga diperoleh pengenceran 10-¹.
3.      Dari campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml garam fisiologis, sehingga diperoleh pengencer 10-².
4.      Dari pengenceran 10-² diambil lagi 1 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi berikutnya yang telah berisi 9 ml garam fisiologis. Dengan demikian diperoleh pengenceran 10-³.
5.      Pengenceran dilakukan seterusnya dengan metoda yang sama sampai pengenceran 10-6.
6.      Pada pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6, masing-masing diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam media PCA dan diratakan.
7.      Inokulum disimpan dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37ºC.
8.      Setelah 48 jam bakteri yang tumbuh dihitung dengan menggunakan alat Quebec Coloni Counter.
Perhitungan total koloni bakteri yaitu:
CFU/ml = Σ koloni  x    x 
IV.             JADWAL DAN TAHAP KEGIATAN


BULAN 1
BULAN 2
BULAN 3
Persiapan



Studi Pustaka



Mengurus Perijinan Lab.Biologi



Persiapan Bahan dan Alat



Pelaksanaan Penelitian



Penyusunan Laporan




V.                RANCANGAN BIAYA

NO
URAIAN
SATUAN
TOTAL
1
Pembelian bahan baku
5 kg
Rp 500.000,00
2
Pembelian berbagai jenis makanan kaleng
10 kaleng
Rp 300.000,00
3
Alat-alat praktek
1 set
Rp 1.200.000,00
4
Riset Laboratorium Biologi
1 set
Rp 700.000,00
5
Transportasi
1 set
Rp 500.000,00
6
Akomodasi penelitian
1 set
Rp 500.000,00
7
Konsumsi
1 set
Rp 300.000,00
8
Percobaan pemakaian
1 set
Rp 400.000,00
TOTAL
Rp 4400.000,00
VI.             DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Mikrobiologi pangan dan Lingkungan. http://www.google.com
Astawan dan Made.  2007.  Wapadai Bakteri Patogen pada Makanan
file:///D:/Download/mikro/ptofriend.aspx.htm
Djaafar. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakita yang Ditimbulkan dan Pencegahannya.http://pustaka-deptan.go.id. [diakses pada tanggal 3 Januari 2013].
Elvira, Vivi. 2008. Racun Dunia. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/07-060.doc. Diakses tanggal 3 Januari 2013
Fardiaz,  S.  1992.    Mikrobiologi   Pangan 1. Jakarta: Gramedia    Pustaka Utama.
Iqbal. 2008. Peran Mikroorganisme dalam Kehidupan. http://iqbalali.com/. Diakses tanggal 3 Januari 2013
Muchtadi, Deddy. 2005. Keamanan Pangan. Department of Food Science and Technology. IPB: Bogor.
Pelczhar. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Jakarta. UI Press
Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Suardana, I Wayan. 2001. Botulismus pada Manusia. http://www.jvetunud.com/archives/8. Diakses tanggal 3 Januari 2013
Tim Perkamusan Ilmiah. 2005. Kamus Pintar Biologi. Surabaya: Citra Wacana.
Winarno, F.G;  S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologo Pangan. Jakarta: Gramedia.





No comments:

Post a Comment