LAPORAN AKHIR
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL
PROGRAM
IDENTIFIKASI BAKTERI CLOSTRIDIUM
BOTULINUM DALAM MAKANAN KALENG SEBAGAI POTENSI BOTULISME
BIDANG KEGIATAN
PKM
PENELITIAN ( PKMP )
Disusun Oleh :
ARNI PURWANINGTYAS ( 4401412123 )
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
JANUARI,
2013
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan : IDENTIFIKASI BAKTERI
CLOSTRIDIUM BOTULINUM DALAM MAKANAN KALENG SEBAGAI POTENSI BOTULISME.
|
|
2.
Bidang Kegiatan : PKMP PKMK
|
|
PKMT PKMM
3. Bidang Ilmu : (
√ ) Kesehatan ( ) Pertanian
( ) MIPA
( ) Teknologi Rekayasa
( ) Sosial Ekonomi ( ) Humaniora
( ) Pendidikan
4. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Arni Purwaningtyas
b. NIM :
4401412123
c. Jurusan : Biologi
d. Universitas :
Universitas Negeri Semarang
e. Alamat Rumah : Perum. Grafika Indah no.9 RT 6/I Banyumanik, Semarang.
5. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 1 orang
6. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Ir. Kuntoro Budiyanto
7. Jangka
waktu pelaksanaan : 3 bulan
8. Biaya kegiatan
Total
a.
Dikti : Rp
2.150.000,00
Semarang, 3
Januari 2013
Menyetujui
Ketua Jurusan Biologi, Pelaksana
Kegiatan
(Andin Irsadi, S.Pd., M.Si. ) ( Arni Purwaningtyas )
Pembantu Rektor Bidang Dosen Pendamping
Kemahasiswaa
( Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd.) (
Ir. Kuntoro Budiyanto )
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Program Kreativitas Mahasiswa
Penelitian yang berjudul “ IDENTIFIKASI BAKTERI CLOSTRIDIUM BOTULINUM DALAM
MAKANAN KALENG SEBAGAI POTENSI BOTULISME ” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan akhir ini
tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung serta
membimbing penulisan, karya tulis ini tidak akan selesai dengan baik. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd. selaku Pembantu
Rektor Bidang Kemahasiswan Universitas Negeri Semarang.
2.
Andin Irsadi, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang
3.
Ir. Kuntoro Budiyanto selaku
Dosen Pembimbing PKM
4.
Bapak dan Ibu tercinta yang
telah mengorbankan segala-galanya demi tercapainya cita-cita ananda
5.
Teman-teman di UNNES yang telah
memberikan motivasi kepada penulis
6.
Semua pihak yang telah membentu
penulis dalam menyelesaikan laporan akhir PKM ini yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Akhir kata,
penulis berharap karya ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, terutama
kalangan mahasiswa yang merupakan ujung tombak kemandirian bangsa. Penulis
menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Karena itu, kritik dan
saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan karya-karya
penulis di masa mendatang.
Semarang,
3 Januari 2013
Penulis
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Makanan yang aman
adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan
bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat
dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia.
Karena itu kualitas makanan, baik secara bakteniologi, kimia, dan fisik, harus
selalu diperhatikan. Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada
dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme.
Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peran
penting dalam pembentukan senyawa yang memproduksi bau tidak enak dan
menyebabkan makanan menjadi tak layak makan. Beberapa mikroorganisme yang
mengontaminasi makanan dapat menimbulkan bahaya bagi yang mengonsumsinya.
Kondisi tersebut dinamakan keracunan makanan.
Keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme
hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresi
ke dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah
pembentukan toksin dalam makanan. Organisme yang menyebabkan keracunan makanan
salah satunya adalah Clostridium botulinum (Astawan, 2007).
C. botulinum dapat menghasilkan molekul
protein dengan daya keracunan yang sangat kuat yang dikenal dengan botulinin.
Botulinin tersebut yang menyebabkan botulisme, yaitu penyakit keracunan makanan
yang terkontaminasi oleh C. botulinum.
Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama
sterilisasi dapat mengakibatkan tumbuhnya Clostridium botulinum. Clostridium
botulinum merupakan bakteri thermophilik (tahan panas) yang dapat hidup
dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen). Bakteri ini menghasilkan toksin
(racun) yang dapat menyerang saraf (karena menyerang saraf maka disebut
neurotoksin). Gejala keracunan ini (botulism) dapat terjadi selang beberapa jam
sampai satu atau dua hari setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi Clostridium
botulinum. Beberapa gejala yang timbul antara lain mulut kering,
penglihatan kabur, tenggorokan kaku, kejang-kejang dan dapat mengakibatkan
penderita meninggal karena sukar bernafas (Wiwit, 2008).
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menghitung total bakteri Clostridium botulinum sebagai penghasil racun (enterotoksin atau
eksotoksin) yang dapat mencemari badan air pada bahan pangan dengan sampel yang
digunakan adalah berbagai jenis makanan kaleng. Selain itu pengujian daya tahan mikroba terhadap panas
yang dilakukan dengan sentrilisasi.
B. Perumusan
Masalah
Rumusan masalah yang dibuat adalah :
1.
Apakah
di setiap jenis makanan kaleng mengandung bakteri Clostridium
botulinum?
2.
Apakah
masyarakat awam sudah tau akan adanya bakteri Clostridium
botulinum dalam makanan kaleng?
3.
Bagaimana
pengaruh bakteri Clostridium botulinum dalam makanan kaleng yang menyebabkan
botulisme?
C. Tujuan
Program
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui
bahwa di setiap jenis makanan kaleng terkandung bakteri Clostridium
botulinum.
2.
Untuk
memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan adanya bakteri
Clostridium botulinum dalam
makanan kaleng.
3.
Mengetahui
pengaruh bakteri Clostridium botulinum dalam makanan kaleng yang menyebabkan botulisme.
D. Luaran
yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini
adalah wawasan masyarakat semakin bertambah mengenai adanya bakteri
Clostridium botulinum dalam
makanan kaleng yang merupakan racun yang dapat menyebabkan kematian bagi
konsumennya.
E. Kegunaan
Program
Kegunaan Program Kreativitas Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu :
a.
Bagi
Masyarakat
Hasil program penelitian ini diharapkan
bermanfaat dalam menambah pengetahuan masyarakat dan mendorong masyarakat untuk
lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan-makanan kaleng.
b.
Bagi
Peneliti lain
Hasil program penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi peneliti lain sebagai bahan rujukan dalam pengembangan penelitian
lebih lanjut.
c.
Bagi
Perkembangan IPTEK
Hasil program penelitian ini diharapkan
bermanfaat untuk mendorong perkembangan teknologi pangan dan pengetahuan
tentang macam-macam mikroorganisme.
d.
Bagi
Kesehatan Sosial
Hasil program penelitian ini diharapkan
bermanfaat untuk menanggulangi berbagai penyakit yang seringkali membuat si
penderita cemas dan khawatir karena racun yang dihasilkan tidak mengganggu alat
pencernaan, melainkan mengganggu urat saraf tepi hingga berujung kematian.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Mikrobiologi
Pangan
Mikrobilogi pangan adalah ilmu yang mempelajari pengaruh
proses pengolahan terhadap sel mikroorganisme, termasuk mekanisme
ketahanan mikroorganisme terhadap proses pengolahan. Disamping itu, ilmu
mikrobiologi pangan merupakan ilmu yang juga mempelajari perubahan-perubahan
yang merugikan seperti kebusukan dan keracunan makanan, maupun
perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti dalam fermentasi makanan. Proses
pengolahan dan pengawetan makanan tidak sepenuhnya dapat mencegah semua perubahan-perubahan
yang merugikan. Contonya, pada makanan-makanan yang telah diawetkan
dengan pembekuan atau pengeringan, enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan
pangan masih mungkin aktif dan menyebabkan perubahan warna, tekstur maupun
citarasa dari suatu produk pangan. Hal ini menunjukkan sebelum produk pangan
mengalami proses pembekuan atau pengerimngan sebaiknya dilakukan proses
pendahuluan dengan pemanasan, seperti blansir, yang berguna untuk
menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan mentah.
Ketahanan mikroorganisme maupun enzim-enzim yang terdapat
di dalam sel mikroorganisme berbeda terhadap berbagai proses pengawetan dan
pengolahan. Contohnya, penyimpanan makanan pada suhu rendah pada umumnya dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme, tetapi suhu penyimpanan tersebut bahkan
dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang tergolong psikrofilik yang
dapat menyebabkan kebusukan makanan. begitu juga dengan penambahan garam pada
umumnya dapat menghambat kebanyakan mikroorganisme, tetapi dapat merangsang
pertumbuhan bakteri halofiilik yang sering mengakibatkan perubahan warna.
Tidak saja ketahanan mikroorganisme dalam bahan pangan
yang berbeda, karakteristik dalam masing-masing produk pangan adalah berbeda,
dimana sifat tersebut akan mempengaruhi komposisi dari bahan pangan, cara
pengolahan, dan kondisi penyimpananannya. Hal ini menunjukkan bahwa sifat
mikrobiologi pada setiap produk berbeda dan sangat spesifik.
2. MORFOLOGI
Sel vegetatif C. botulinum berbentuk batang dan
berukuran cukup besar untuk ukuran bakteri. Panjangnya antara 3 μm hingga 7 – 8
μm. Lebarnya antara 0,4 μm hingga 1,2 μm.
Pada pengecatan Gram, C. botulinum yang mengandung
spora bersifat Gram positif, sedangkan C. botulinum yang tidak
mengandung spora bersifat Gram negatif. Namun, C. botulinum termasuk
bakteri Gram positif.
Spora yang dihasilkan oleh sel Clostridium secara
struktural sangat berbeda dengan sel pada spesies itu sendiri, tapi yang
terkenal adalah spora pada Clostridia yang bersifat patogen. Lapisan
paling luar spora disebut dengan exosporium. Exosporium ini bervariasi
antara masing – masing species, terkenal pada species yang bersifat patogen,
termasuk C. botulinum. Lapisan di bawah exosporium disebut dengan
membran spora, terdiri atas protein yang strukturnya tidak biasa. Bagian tengah
spora mengandung DNA spora, ribosom, enzim, dan kation. Kandungan logam pada
spora C. botulinum berbeda dari kandungan metal pada Bacillus. Strain proteolitik C. Botulinum dapat menghasilkan
spora yang sangat resisten dengan pemanasan tinggi.
C. botulinum merupakan bakteri anaerob yang tidak dapat tumbuh di
lingkungan anaerob. Hasil uji pertumbuhan pada media agar aerob adalah negatif.
C. botulinum bersifat motil atau dapat bergerak dengan flagel yang
berbentuk peritirik. Motilitas C. botulinum ini umumnya sulit
ditunjukkan, terutama pada strain yang sudah cukup lama ditanam. C.
botulinum merupakan bakteri Gram positif yang memiliki kandungan
peptidoglikan antara 80 – 90% dari komponen dinding sel. C. botulinum tidak
dapat membentuk kapsula maupun plasmid. Bakteriofag pada genus Clostridium dapat
diasosiasikan dengan neurotoksisitas dari C. botulinum tipe C dan D
(Elvira, 2008).
1.1
Toksin
C. botulinum menghasilkan toksin yang
disebut neurotoksin atau BoNT (botulinum neurotoxin). Neurotoksin ini merupakan
eksotoksin karena toksin dikeluarkan oleh bakteri ke lingkungan. Toksin
botulinum ini memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan toksin tetanus.
Namun, toksin botulinum mempengaruhi syaraf periferi karena memiliki afinitas
untuk neuron pada persimpangan otot syaraf.
Terdapat tujuh macam toksin yang berbeda – beda yang
dihasilkan oleh C. botulinum, yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Toksin
tipe A, B, dan E 9 (dan kadang – kadang F) merupakan toksin yang menyebabkan
penyakit botulisme pada manusia. Tujuh macam toksin yang dihasilkan oleh C.
botulinum ini telah diidentifikasi dan sudah dapat disintesis sebagai
polipeptida rantai tunggal dengan bobot molekul 150.000 dalton yang kurang toksik.
Setelah dipotong dengan protease, akan terbentuk dua rantai polipeptida, yaitu
rantai ringan atau sub unit A dengan bobot molekul 50.000 dalton dan rantai
berat atau sub unit B dengan bobot molekul 100.000 dalton. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh ikatan disulfida. Sub unit A merupakan toksin yang paling
toksik yang pernah diketahui.
Beberapa strain C. botulinum pembentuk toksin
menghasilkan bakterifaga yang dapat menginfeksi straun lain yang nontoksin dan
mengubahnya menjadi toksigenik.
3. FISIOLOGI
C. botulinum termasuk bakteri yang
bersifat mesophilic dengan suhu optimum untuk tumbuh yaitu 370 C
untuk strain jenis A dan B serta 300 C untuk strain jenis E. Suhu
terendah dari strain jenis A dan B adalah 12,50 C namun pernah juga
dilaporkan bahwa kuman dapat tumbuh pada suhu 100 C. Disisi lain
spora jenis E dikatakan mampu tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 3,30
C, sementara jenis F dilaporkan tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 40
C . Secara umum strain jenis E dan B bersifat non-proteolitik serta strain F
suhu minimum untuk tumbuhnya lebih kurang 100 C lebih rendah
daripada strain A dan B. Sedangkan suhu maksimum untuk tumbuhnya yaitu : jenis
A dan B pada suhu 500 C. Strain jenis E memiliki suhu maksimum 5
derajat lebih rendah dari strain A dan B dengan suhu optimumnya yaitu 300
C (Suardana, 2001; Cliver, 1990 ; Jay, 1978).
Produksi toksin dari C. botulinum tergantung dari
kemampuan sel untuk tumbuh di dalam makanan dan menjadi autolisis disana
(Suardana, 2001; Frazier dan Westhoff, 1988). Lebih lanjut produksi toksin
dipengaruhi oleh komposisi dari makanan atau medium terutama glukosa atau
maltosa yang diketahui sangat potensial terhadap produksi toksin, kelembaban,
pH, potensial redok, kadar garam, temperatur dan waktu penyimpanan.
Berdasarkan atas pH, dilaporkan bahwa C. botulinum
tidak mampu tumbuh pada pH di bawah 4,5. Lebih jauh dilaporkan bahwa organisme
akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan toksin pada pH 5,5-8,0 (Suardana,
2001; Jay, 1978). Sedangkan Frazier dan Westhoff (1988) menyatakan bahwa nilai
pH minimal untuk pertumbuhan sel vegetatif adalah 4,87 sedangkan untuk
petumbuhan spora 5,01 di dalam cairan kaldu.
Nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan bersifat
komplek, diperlukan asam amino, vitamin B dan mineral. C. botulinum jenis
A dan B memerlukan kadar air 0,94 dan jenis E pada 0,97 Dilaporkan bahwa kadar
garam 10% atau 50% sukrosa akan menghambat pertumbuhan jenis A dan B. Tar dalam
Jay (1978) menyatakan bahwa pada konsentrasi 25-500 ppm dapat menghambat jenis
A lebih dari sebulan pada suhu optimum dengan pH 5,9-7,6. Di dalam penelitian
pembentukan toksin jenis E dan pertumbuhan sel didalam kalkun yang
diinkubasikan pada suhu 300 C, Midura et al., dalam Jay (1978)
menemukan bahwa spora jenis E akan memperbanyak diri dan menghasikan toksin
dalam waktu 24 jam. Penampakan toksin bertepatan dengan pertumbuhan sel selama
2 minggu setelah toksin berada di luar sel hidup. Penemuan ini mengungkapkan
bahwa kemungkinan ditemukannya toksin jenis E di dalam makanan tanpa
ditemukannya sel jenis E.
Makanan yang mengandung toksin umumnya tanpa jenis
organisme yang lain, hal ini disebabkan oleh perlakuan panas dan pengepakan
vakum. Dilihat dari kehadiran ragi, kuman dilaporkan dapat tumbuh dan
menghasilkan toksin pada pH rendah 4,0. Ragi dianggap menghasilkan faktor
pertumbuhan yang diperlukan oleh Clostridia untuk tumbuh pada pH rendah,
sementara bakteri asam laktat diasumsikan sebagai alat pertumbuhan dengan
terjadinya penurunan potensial redok. Sejumlah strain C. perfringens
menghasilkan penghambat yang efektif terhadap 11 strain tipe A, 7 B
proteolitik, dan 1 non proteolitik, pada 5 strain E dan 7 strain F. Kautter et
al., dalam Jay (1978) menemukan bahwa strain jenis E dihambat oleh organisme
non toksik lainnya yang mempunyai ciri morfologi dan uji biokimia yang sama
dengan tipe E. Organisme yang menunjukkan efek penghambatan ini menghasilkan
substansi seperti bakteriocin yang dikenal dengan nama bioticin. Laporan
menunjukkan bahwa adanya kaitan antara C. botulinum tipe F dalam sampel
lumpur selama periode waktu tertentu dengan kehadiran dari Bacillus
licheniformis, dan kahadiran bakteri ini dianggap sebagai pembawa faktor
penghambat untuk pertumbuhan strain jenis F (Suardana, 2001)
4. TAKSONOMI
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Species :Clostridium botulinum
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Species :Clostridium botulinum
5.
EKOLOGI
Penyebaran
bakteri C. botulinum melalui spora yang dihasilkan oleh bakteri
tersebut. Spora C. botulinum dapat ditemukan di saluran pencernaan
manusia, ikan, burung, dan hewan ternak. Selain itu, spora C. botulinum juga
dapat ditemukan di tanah, pupuk organik, limbah, dan hasil panen. Spora
tersebut dapat berakhir di usus hewan yang memakan hewan atau tumbuhan yang
terkontaminasi spora tersebut kemudian memasuki rantai makanan manusia.
Jika
spora memasuki lingkungan yang anaerob, misalnya pada kaleng makanan, spora –
spora tersebut akan tumbuh menjadi bakteri yang dapat menghasilkan neurotoksin.
Pada makanan yang tertutup dan pH nya rendah (lebih dari 4,6) merupakan tempat
pertumbuhan bakteri C. botulinum yang kemudian dapat memproduksi racun.
Faktor lain yang mendukung tumbuhnya spora menjadi sel vegetatif adalah kadar
garam yang di bawah 7%, kandungan gula di bawah 50%, temperatur 4oC
– 49oC (suhu kamar), kadar kelembapan tinggi, serta sedikitnya
kompetensi dengan bakteri flora (Elvira, 2008).
6.
MAKANAN
KALENG
Makanan kaleng adalah
produk olahan pangan yang sudah diawetkan agar tahan lama. Di dalam bukunya
yang sangat terkenal, Thermobacteriology in Food Processing, Prof. Dr. C.R.
Stumbo mengatakan bahwa makanan yang dikalengkan secara hermitis (penutupannya
sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, mikrobia atau
bahan asing lain) merupakan produk teknologi pengawetan yang sudah lama
dikenal. Makanan yang diawetkan dengan
proses sterilisasi komersial, masih mengandung mikroba tetapi tidak dapat
tumbuh pada kondisi penyimpanan yang normal.
Proses sterilisasi ini
merupakan upaya penghancuran mikroba patogen
beserta sporanya. Karena ada spora bakteri tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi, sterilisasi harus dilakukan pada suhu 2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas (autoklav) selama 15 menit. Produk selanjutnya ditutup secara hermitis sehingga tidak memberi kesempatan mikroba masuk kembali. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu sangat tergantung pada derajat keasaman (pH) produk. Semakin rendah pH produk, misalnya sari buah, makin rendah suhu pemanasan yang digunakan.
beserta sporanya. Karena ada spora bakteri tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi, sterilisasi harus dilakukan pada suhu 2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas (autoklav) selama 15 menit. Produk selanjutnya ditutup secara hermitis sehingga tidak memberi kesempatan mikroba masuk kembali. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu sangat tergantung pada derajat keasaman (pH) produk. Semakin rendah pH produk, misalnya sari buah, makin rendah suhu pemanasan yang digunakan.
Penurunan mutu makanan
kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi dan kondisi udara dalam
head space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah daya simpannya (shelf
life loss). Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluwarsa. Bila menggunakan
bahan baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas yang tidak
berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun. Makanan
kaleng biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dalam arti dapat
disimpan pada suhu kamar dan di segala tempat. Namun, penyimpanan pada suhu
rendah dan kering dapat memperpanjang masa simpan. Di sisi lain penyimpanan
pada tempat yang lembab dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang
tidak diinginkan.
Kerusakan yang lain
dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan. Misalnya, selama proses
sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng yang menggelembung,
tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan. Bila dalam proses
pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba pembusuk
akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila
kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang
biak dan kelak memproduksi racun.
Ada beberapa hal yang
harus diwaspadai supaya kita terhindar dari toksin (racun) Clostridium
botulinum yang merupakan mikroorganisme indikoator keamanan dalam
makanan kaleng yang kerap kali hadir. Bakteri yang berbahaya ini umumnya
menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (anaerobik) dan mampu melindungi
diri dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora. Cara
hidup yang demikian memungkinkan bakteri ini dapat hidup pada makanan kaleng,
terutama pada jenis-jenis makanan yang bahan bakunya daging, ikan, sayur yang
pHnya di atas 4,6 alias nilai keasaman relatif rendah. Bila kondisi
pertumbuhannya sesuai, toksin botulinum yang sangat berbahaya itu bisa
dihasilkan. Jika dikonsumsi maka racun tersebut akan menyerang susunan saraf
dan dampaknya bisa melumpuhkan, menyulitkan pernapasan serta menyebabkan
kematian.
6.1 Indikator
Kebusukan
Masa simpan atau daya
awet dari produk daging dan unggas dapat diketahui dari kandungan mikroorganisme
pembusuk di dalamnya. Kebusukan yang umum terjadi dipengaruhi oleh jenis
produk, komposisi produk, proses termal yang diterapkan terhadap produk,
kontaminasi selama pengolahan dan pengepakan, cara pengepakan, dan suhu, serta
waktu penyimpanan.
Mikroorganisme yang
menjadi indicator kebusukan pada produk pangan daging merah dan unggas ini
bervariasi tergantung dari jenis produknya. Untuk daging segar yang belum
diolah, dimana kebusukan biasanya disebabkan oleh bakteri gram negative
berbentuk batang seperti Pseudomonas, biasanya ditetapkan pada
suhu 20°C hitungan cawan selama tiga hari menggunakan Plate Count Agar (PCA).
Sedangkan produk daging yang di kemas di dalam plastic yang tidak tembus
oksigen, misalnya pada sosis yang dikemas/dibungkus secara vakum di dalam
plastic, kebusukan disebabkan oleh bakteri asam laktat. Dalam keadaan ini,
inkubasi masih dapat dilakukan pada suhu 20°C selama tiga hari, PCA dapat
diganti dengan agar APT untuk memperbesar ukuran koloni. Jika digunakan medium
PCA, bakteri asam laktat akan membentuk koloni berukuran kecil.
Jumlah bakteri asam
laktat di dalam produk daging olah yang di kemas secara vakum mempengaruhi
kecepatan pembusukan suatu produk pangan yang ditandai dengan terjadinya
perubahan citarasa menjadi asam dan perubahan warna cairan daging yang keluar
menjadi keputih-putihan. Jumlah hitungan cawan aerobic pada produk-produk
pangan yang baru diolah menunjukkan jumlah bakteri yang tahan terhadap proses
pengolahan dan tingkat kontaminasi peralatan dan sumber lainnya. Namun daya
simpan dari produk daging yang dikemas tidak dapat diketahui dari jumlah
hitungan cawan aerobiknya, karena sebagian besar bakteri yang terhitung dalam
pengujian total koloni bakteri aerobic tidak dapat utmbuh selama penyimpanan
dengan kondisi vakum tersebut.
III.
METODE PENELITIAN
A. Lokasi
dan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi FMIPA UNNES.
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan ( Oktober 2012 - Januari 2013 ).
B. Variabel
1. Variabel Eksperimen
Variabel eksperimen adalah kondisi yang hendak diselidiki bagaimana
pengaruhnya terhadap gejala yang dibagi menjadi dua yaitu :
a.
Variabel akibat (Dependent variables), yaitu bakteri
Clostridium botulinum.
b.
Variabel penyebab (Independent variables), yaitu komposisi berbagai
jenis-jenis makanan kaleng.
2. Variabel Non Eksperimen
Variabel non eksperimen atau variabel yang tidak diteliti dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu :
a.
Controlled
variables
Controlled
variables merupakan bagian
dari variabel non eksperimen yang dapat dikontrol (variabel yang tidak diteliti
namun dapat dikontrol).
Pengontrolan
variabel ini dilakukan dengan pemilihan alat dan pengolahan bahan dengan
persamaan karakter dan perlakuan yang sama. Controlled variables dalam
penelitian ini adalah : (1) jarum ose, (2) teknik sterilisasi, (3) kadar air,
(4) bahan, meliputi media PCA (Plat Count Agar).
b.
Extraneous
variables
Extraneous
variables merupakan bagian
dari variabel non eksperimen yang ada diluar kekuasan eksperimen untuk
dikontrol, yaitu : (1) rasa, (2) suhu, (3) kelembaban.
C. Rancangan
Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang mencoba mengetahui
teknik identifikasi bakteri Clostridium botulinum dalam makanan kaleng sebagai potensi
botulisme.
D. Instrumen
Pelaksanaan
Data yang diambil berupa data persen kadar (%) dengan menggunakan
parameter recovery. Recovery didapatkan dari : 1) komposisi
bahan, 2) bahan berbagai jenis makanan
kaleng untuk analisis, 3) teknik pembuatan sampel. Instrumen penelitian yang
digunakan untuk pengambilan data adalah 1) alat sterilisasi, dan 2) jarum
ose.
E. Prosedur
Penelitian
a.
Persiapan
Sampel Penelitian
Persiapan
sampel penelitian dilakukan dengan mempersiapkan berbagai jenis makanan kaleng
yang berhasil dikumpulkan.
b.
Pelaksanaan
Penelitian
Bahan dan Peralatan Praktikum
Bahan yangdugunakan dalam
praktikum ini adalah berbagai jenis makanan kaleng. Bahan kimia yang digunakan
antara lain media PCA (Plat Count Agar), garam Fisiologis, Kristal violet,
iodium, alkohol, safranin, aquades.
Peralatan yang digunakan
timbangan analitik, onkubator, pipet 1 ml, jarum ose, kaca preparal, pipet
tetes, erlemeyer, tabung reaksi, kompor listrik, autoclave, bunsen, pertridish,
termometer.
Tahapan
Penelitian :
a. Sterilisasi Alat
Alat-alat seperti tabung
reaksi, petridish, piper 1 ml, media kultur dan garam fisiologis disterilkan
dalam autoclave pada suhu 121⁰C
selama 15 menit dengan tekanan 15 lb (Volk dan Wheeler, 1988). Jarum ose
disterilkan dengan membakarnya diatas api bunsen hingga membara, dibiarkan
beberapa saat dan digunakan untuk setiap kali penggunaannya.
b. Pembuatan Media Agar (PCA)
Setelah semua peralatan
dibersihkan dan disterilkan, maka PCA ditimbang dalam erlemeyer sebanyak 13,5
gram/200 ml aquades. Selanjutnya, larutan dihomongenkan dengan magnetic stirrer
sampai homogen. Medium di panaskan diatas kompor listrik sampai mendidih dengan
hati-hati agar medium tidak melimpah dari erlemeyer. Selanjutnya, dilakukan
sterilisasi dengan autoclave pada suhu 121 ⁰C selama 15 menit, tekanan 15 lb. Terakhir
medium dituangkan ke dalam petridish yang telah disterilkan dan dibiarkan
membeku.
c. Jumlah Total Koloni Bakteri
Pelaksanaan perhitungan
jumlah bakteri yang terdapat di dalam makanan kaleng menggunakan Standat
Plate Count dengan Spread method berdasarkan modifikasi metode
Harley dan Prescott (1993) yaitu:
1.
Semua peralatan untuk menganalisis
jumlah bakteri disterilkan dalam autoclave selama 15 menit pada suhu
121ºC dengan tekanan 15 lb, terlebih dahulu dibungkus dengan kertas.
2. Diambil
sampel 1 gram dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan
garam fisiologis, sehingga diperoleh pengenceran 10-¹.
3. Dari
campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang telah
berisi 9 ml garam fisiologis, sehingga diperoleh pengencer 10-².
4. Dari
pengenceran 10-² diambil lagi 1 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi
berikutnya yang telah berisi 9 ml garam fisiologis. Dengan demikian diperoleh
pengenceran 10-³.
5. Pengenceran
dilakukan seterusnya dengan metoda yang sama sampai pengenceran 10-6.
6. Pada
pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6, masing-masing
diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam media PCA dan diratakan.
7. Inokulum
disimpan dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37ºC.
8. Setelah
48 jam bakteri yang tumbuh dihitung dengan menggunakan alat Quebec Coloni
Counter.
Perhitungan
total koloni bakteri yaitu:
CFU/ml
= Σ koloni x x
IV.
JADWAL DAN TAHAP KEGIATAN
BULAN
1
|
BULAN
2
|
BULAN
3
|
|
Persiapan
|
|||
Studi
Pustaka
|
|||
Mengurus
Perijinan Lab.Biologi
|
|||
Persiapan
Bahan dan Alat
|
|||
Pelaksanaan
Penelitian
|
|||
Penyusunan
Laporan
|
V.
RANCANGAN BIAYA
NO
|
URAIAN
|
SATUAN
|
TOTAL
|
1
|
Pembelian bahan baku
|
5 kg
|
Rp 500.000,00
|
2
|
Pembelian berbagai jenis makanan kaleng
|
10 kaleng
|
Rp 300.000,00
|
3
|
Alat-alat praktek
|
1 set
|
Rp 1.200.000,00
|
4
|
Riset Laboratorium Biologi
|
1 set
|
Rp 700.000,00
|
5
|
Transportasi
|
1 set
|
Rp 500.000,00
|
6
|
Akomodasi penelitian
|
1 set
|
Rp 500.000,00
|
7
|
Konsumsi
|
1 set
|
Rp 300.000,00
|
8
|
Percobaan pemakaian
|
1 set
|
Rp 400.000,00
|
TOTAL
|
Rp 4400.000,00
|
VI.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan
dan Made. 2007. Wapadai Bakteri Patogen pada Makanan
file:///D:/Download/mikro/ptofriend.aspx.htm
file:///D:/Download/mikro/ptofriend.aspx.htm
Djaafar.
2007. Cemaran Mikroba pada Produk
Pertanian, Penyakita yang Ditimbulkan dan Pencegahannya.http://pustaka-deptan.go.id.
[diakses pada tanggal 3 Januari 2013].
Elvira,
Vivi. 2008. Racun Dunia. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/07-060.doc.
Diakses tanggal 3 Januari 2013
Fardiaz, S.
1992. Mikrobiologi
Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Iqbal. 2008. Peran Mikroorganisme dalam
Kehidupan. http://iqbalali.com/. Diakses tanggal 3 Januari 2013
Muchtadi, Deddy. 2005. Keamanan
Pangan. Department of Food Science and Technology. IPB: Bogor.
Pelczhar. 1986.
Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Jakarta. UI Press
Saparinto, Cahyo dan Diana
Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Suardana, I Wayan. 2001. Botulismus pada
Manusia. http://www.jvetunud.com/archives/8. Diakses tanggal 3 Januari 2013
Tim Perkamusan Ilmiah. 2005. Kamus Pintar Biologi.
Surabaya: Citra Wacana.
Winarno,
F.G; S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar
Teknologo Pangan. Jakarta: Gramedia.
No comments:
Post a Comment