Saturday, June 21, 2014

TAKSONOMI TUMBUHAN

POTENSI MINYAK BIJI BUAH BINTARO ( Cerbera manghas L. )
SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF PENGHASIL BIODIESEL
ARNI PURWANINGTYAS ( 4401412123 )
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Semarang
ABSTRAK
Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari bahan yang bersifat dapat diperbarui seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewanan. Tanaman Bintaro ( Cerbera manghas L. ) atau biasa disebut Mangga Laut, Buta Badak, Babuto, dan Kayu Gurita, sedangkan dalam bahasa Inggris Sea mango, Pong-pong tree, Indian suicide tree, Othalanga, Odollam tree, pink-eyed cerbera Dog bane, merupakan salah satu tanaman yang bijinya mengandung kadar lemak/minyak sebesar 46-64% dan dapat diolah menjadi sumber energi yang ramah lingkungan. Seluruh bagian tanaman bintaro mengandung racun “cerberin” yang dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung manusia, sehingga dapat mengganggu detak jantung dan dapat menyebabkan kematian, asap dari pembakaran kayunya juga dapat menyebabkan keracunan. Penelitian tentang biodiesel yang terus berkembang saat ini diharapkan dapat menemukan sumber-sumber bahan baku yang berasal dari minyak atau lemak tanaman non pangan. Pembuatan biodiesel (metil ester) dari minyak biji bintaro diekstrak dengan menggunakan peralatan soxhlet dengan pelarut n-heksana selama 6-8 jam. Minyak yang dapat diekstrak dari biji bintaro adalah sekitar 60,70% dari berat serbuk kering. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro terdiri dari asam lemak palmitat 4,91%, asam palmitoleat 17,7%, asam stearate 3,21%, asam oleat 34,02%, asam elaidat 8,54%, asamlinoleat 16,74%. Asam linolelaidat 4,49%, dan asam linoleat 0,40%. Mencari dan mengolah sumber energi yang ramah lingkungan perlu adanya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yang sehat, hijau, asri dan untuk tidak selalu tegantung pada pasokan bahan bakar minyak fosil.
Kata Kunci : Biodiesel, Minyak biji buah Bintaro ( Cerbera manghas L. ), dan Transesterifikasi, Racun Cerberin.

PENDAHULUAN
Bahan bakar minyak bumi diperkirakan akan habis jika dieksploitasi secara besar-besaran. Ketergantungan terhadap bahan bakar minyak bumi dapat dikurangi dengan cara memanfaatkan bahan bakar biodiesel, dimana bahan bakunya masih sangat besar untuk dikembangkan (Darmanto, Ireng, 2006). Tanaman bintaro banyak tumbuh di tepi pantai, daerah payau dan cukup popular sebagai tanaman penghijauan kota dan daunnya yang rimbun sangat cocok untuk peneduh, sekaligus sebagai penghias taman kota dan belum banyak di manfaatkan sehingga nilai ekonomisnya masih rendah. Termasuk tumbuhan mangrove, biasanya tumbuh di bagian tepi daratan atau hutan rawa pesisir atau di pantai hingga jauh ke darat 800 meter di atas permukaan laut, menyebar di daratan terbuka dan tempat yang tidak teratur tergenang air pasang surut (Purwanto et. al. 2011) yang berasal dari daerah tropis di Asia, Australia, Madagaskar, dan kepulauan sebelah barat Samudera Pasifik.
Indonesia adalah Negara beriklim tropis yang memiliki karakteristik sepanjang tahun mendapat sinar matahari dan memiliki curah hujan yang tinggi. Dengan potensi ini Indonesia dapat mengembangkan produksi biodiesel sepanjang tahun untuk mengatasi masalah krisis energi, sebab sinar matahari merupakan sumber kehidupan tumbuhan penghasil minyak biodiesel. Dengan peningkatan produksi minyak biodiesel ini maka diharapkan dapat mengurangi angka impor minyak dan memenuhi kebutuhan minyak domestik yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Indonesia adalah Negara kaya dengan sumber daya alam yang dapat diperbarui, sehingga banyak pula bahan baku yang dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel. Banyaknya bahan baku penghasil minyak biodiesel dapat menjadi keunggulan Indonesia untuk melakukan pengembangan produksi minyak biodiesel. Bahan baku yang dijadikan sebagai suplemen ataupun pengganti minyak bumi tentu harus memiliki nilai potensi yang tinggi.
Untuk itu, penelitian tentang analisa potensi bahan baku biodiesel sebagai suplemen bahan bakar motor diesel di Indonesia sangat diperlukan untuk dapat memberikan pilihan bahan bakar biodiesel yang cocok digunakan sebagai suplemen maupun pengganti bahan bakar motor diesel, sehingga krisis energi bahan bakar minyak bumi dapat teratasi. Selain krisis energi, dengan adanya perindustrian produksi minyak biodiesel, diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran, kemiskinan, dan meningkatkan ketahanan energi di Indonesia.
Buah bintaro masih belum dimanfaatkan, dibiarkan jatuh berserakan di bawah pohon sebagai sampah. Selain dari mengatasi kelangkaan energi dan sumber pendapatan, pengembangan bintaro memberikan manfaat lingkungan dalam penyerapan emisi karbon dioksida dan mencegah emisi dari lahan gambut. Bintaro tumbuh bebas di lahan-lahan di kawasan hutan tanpa dipelihara, bila diusahakan sebagai tanaman komersial dapat menghasilkan sekitar 2,2 ton minyak mentah atau sebesar 1,8 ton biodiesel atau senilai sekitar 10 juta rupiah per tahun.
Biodiesel adalah suatu ester monoalkali dari asam lemak rantai panjang yang berasal dari minyak tumbuhan dan lemak hewan, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar pada mesin diesel. Kandungan utama dari biodiesel ini adalah metil ester asam lemak yang dihasilkan dari trigliserida dalam minyak tumbuhan atau lemak hewan, melalui reaksi transesterifikasi dengan methanol dan bantuan katalis. Hasilnya adalah suatu bahan bakar yang tidak berbeda karakteristiknya dengan bahan bakar diesel konvensional. Biodiesel dapat digunakan langsung dalam mesin diesel atau dipakai untuk campuran bahan bakar diesel.
Cadangan dan produksi bahan bakar minyak bumi (fosil) di Indonesia mengalami penurunan 10% setiap tahunnya, sedangkan tingkat konsumsi minyak rata-rata naik 6% per tahun. Permasalahan yang terjadi di Indonesia saat ini yaitu produksi bahan bakar minyak bumi tidak dapat mengimbangi besarnya konsumsi bahan bakar minyak, sehingga Indonesia melakukan impor minyak untuk memenuhi kebutuhan energi bahan bakar minyak setiap harinya. Hal ini dikarenakan tidak adanya perkembangan produksi pada kilang minyak dan tidak ditemukannya sumur minyak baru. Sebagai solusi permasalahannya adalah diperlukannya diversifikasi energi selain minyak bumi. Salah satu diversifikasi energinya adalah dengan memproduksi minyak biodiesel. Minyak biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang terbuat dari sumber daya alam yang dapat diperbarui, meliputi minyak tumbuhan dan hewan, baik di darat maupun di laut. Minyak yang diperoleh dari biji buah bintaro beracun dan cukup banyak , dengan kadar berkisar 54,33% dan berpotensi sebagai bahan baku biodiesel melalui proses hidrolisis ekstraksi, dan destilasi. Tumbuhan bintaro mempunyai daya guna yang banyak, antara lain bagian akar, kulit, getah, dan daunnya dapat berguna sebagai obat pencahar, kayunya berguna untuk menghasilkan minyak yang dapat digunakan sebagai minyak lampu, obat kudis, obat sendi, dll. Kandungan minyak biji bintaro yang cukup besar ini sangat mungkin dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Beberapa masalah yang kita bahas dalam artikel penelitian ini adalah (1) kondisi kekinian atau permasalahan mengenai tanaman biji buah bintaro ( Cerbera manghas L.), (2) metode dan cara pengelolaan biji buah bintaro sebagai energi alternatif penghasil biodiesel (3) pembudidayaan biji buah bintaro ( Cerbera manghas L.).
Dari rumusan masalah tersebut dapat dituliskan tujuan dari pembuatan artikel ilmiah ini, antara lain adalah (1) mengetahui kondisi kekinian atau permasalahan mengenai tanaman biji buah bintaro ( Cerbera manghas L.), (2) mengerti tentang metode dan cara pengelolaan biji buah bintaro sebagai energi alternatif penghasil biodiesel, (3) mengetahui upaya pembudidayaan dan manfaat biji buah bintaro ( Cerbera manghas L.) di kalangan seluruh masyarakat Indonesia.
Manfaat yang didapat dari pembuatan artikel ilmiah ini adalah mahasiswa jadi lebih mengerti dan diharapkan dapat mempraktikan cara pengelolaan tanaman biji buah Bintaro ( Cerbera manghas L.) yang berancun. Diharapkan mahasiswa juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada masyarakat tentang budidaya tanaman biji buah Bintaro yang memiliki manfaat tinggi dan tepat dalam pengelolaan tanaman dan hasilnya.  

GAMBARAN KHUSUS
Pemanfaatan biodiesel dari tanaman Bintaro berasal dari bijinya yang diambil dari buah yang sudah mengering atau yang jatuh ke tanah. Tumbuhan bintaro mempunyai ciri-ciri berupa biji banyak, memiliki ketinggian mencapai 4-6 meter dengan batang tegak berkayu banyak percabangan, bentuk bulat, dan berbintil-bintil hitam, kulit batangnya tebal dan berkerak. Daun bintaro merupakan daun tunggal dan berbentuk lonjong memanjang, simetris dan menumpul pada bagian ujung dengan ukuran bervariasi, tersusun secara spiral, dan terkadang berkumpul pada ujung roset, tepi daun rata, pertulangan daun meyirip, permukaan licin, dengan ukuran panjang 15-20 cm, lebar 3-5 cm, dan berwarna hijau tua. Daun bintaro biasanya berjejalan di ujung cabang, dan bunganya berwarna putih , berbau harum, dan terletak di ujung batang. Bunga tanaman ini berbentuk terompet, terdapat pada ujung pedikel samosa dengan lima petal yang sama (pentamery) dengan korola berbentuk tabung, merupakan bunga majemuk berkelamin dua (hermaprodit), dengan panjang tangkai putik 2-2,5 cm, kepala sari bagian bunga berwarna coklat, sedangkan kepala putiknya hijau keputih-putihan. Buah bintaro merupakan buah drupa (berbiji) dengan serat lignoselulosa yang menyerupai buah kelapa dan berbentuk oval mirip dengan buah manga, berwarna hijau pucat saat masih muda, berwarna merah bila sudah masak, dan berwarna kehitaman setelah tua, namun daging buahnya berserat dan tidak dapat dimakan karena beracun. Biji bintaro berbentuk pipih, panjang, berakar tunggang, dan berwarna cokelat. Seluruh bagian tanaman bintaro mengandung getah berwarna putih seperti susu.

Hampir seluruh bagian tanaman Bintaro mengandung racun cerberin, namun memiliki banyak potensi, baik sebagai tanaman penghijauan maupun sebagai penghasil biofuel. Apabila dikonsumsi, biji tumbuhan bintaro dapat menyebabkan muntah, mengantuk, denyutan nadi menjadi lemah, tekanan darah rendah, keletihan, sakit perut, degup jantung yang tidak normal, dan anak mata mengembarn. Daun tumbuhan ini juga dapat memberi pengaruh pada system saraf pusat. Inti biji bintaro yang masak dan segar mengandung cerberin 0,6% setiap 1% dari komponen yang ada pada biji tersebut dan zat pahit yang beracun. Berikut klasifikasi dari tanaman buah Bintaro :
Kingdom         : Plantae
Divisio             : Spermatophyta
Sub Divisio      : Angiospermae
Classes            : Dicotyledonae
Ordo               : Gentianales
Familia             : Apocynaceae
Genus              : Cerbera
Species            : Cerbera manghas L

Gambar 1: Tumbuhan dan Buah Bintaro

Proses transesterifikasi adalah proses mereaksikan minyak nabati maupun hewani dengan alkohol/ metanol(dengan katalis berupa hidroksida kuat seperti NaOH/KOH. Penggunaan KOH sebagai katalis yaitu lebih mudah digunakan, waktu yang perlukan 1,4 kali lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan NaOH, dan dapat menghasilkan pupuk potas. Proses ini menghasilkan dua produk yang meliputi metil ester dan gliserol (Syamsudin.2010). Metil ester inilah yang biasa disebut dengan biodiesel. Biodiesel ini juga disebut sebagai FAME ( Fatty Acid Methyl Ester).
Untuk menekan pertumbuhan konsumsi BBM domestic, salah satu cara yang bias ditempuh adalah dengan membuat regulasi tentang penghematan energy nasional dan pengembangan energy alternative. Di Indonesia sumber utama energy di dalam negeri masih bertumbu kepada jenis bahan bakar fosil, padahal banyak sumber energy alternative yang dapat dimanfaatkan bahkan bias mampu menggantikan peran energy fosil tersebut. Salah satu bahan bakar alternative yang berpotensi untuk mengatasi permasalahan  bahan bakar di Indonesia adalah biodiesel. Biodiesel berkembang karena adanya potensi besar terhadap penerapannya dalam bidang industri, selain lebih efisien, mudah didapatkan, biodiesel ini juga dianggap ramah lingkungan. Banyak riset menunjukkan, bahwa bahan bakar biodiesel ini dapat menurunkan tingkat polusi akibat logam berat, asap, gas-gas beracun, dan juga pencemaran air. Bahkan dengan penggunaan biodiesel ini, efek rumah kaca (pemanasan global) akibat emisi gas CO2 dapat ditekan seminimal mungkin. Hal ini dikarenakan oleh sifat biodiesel yang merupakan bahan bakar yang dapat diperbarui dan mudah terdegradasi oleh alam.


Text Box: Cangkang BintaroText Box: Buah BintaroDikupas dari buahnya
 


Dibuka daricangkangnya
Text Box: Biji Bintaro
 


Dikeringkan sinar matahari
± 4-5 hari atau dipanaskan di
Text Box: Biji Bintaro keringdalam oven ± 2-3 hari (sampai berat konstan)
 


Digiling (diblender) sampai halus
Text Box: Tepung biji Bintaro
 


Diekstraksi dengan n-heksana pada suhu 70-80° C selama ± 8 jam di dalam soxhlet
1). Pengeringan dengan Na2SO4
Text Box: Minyak kasar2). Pelarut n-heksana diluapkan
Text Box: Minyak murniPemurnian dengan larutan KOH 0,1 N, Bleaching Earth 2%, Karbon Aktif 0,2%
Optimasi kondisi reaksi transeterifikasi (sintesis biodiesel)
Ditambah methanol (1:9)-KOH 0,5% berat, disonikasi dengan frekuensi ultrasonic 40kHz dan waktu reaksi 40 menit. Kemudian gliserol dipisahkab, ester dicuci dengan air hangat, dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat, lalu disaring
Penentuan komposisi asam lemak
Text Box: Metil Ester (Biodiesel)Penyusun trigliserida
Uji Karakteristik  Biodiesel

Gambar 3 : Skema proses kerja pengolahan buah bintaro menjadi biodiesel

Proses pengolahan bioenergi yang menghasilkan biodiesel dari tanaman diperlukan buah bintaro yang sudah masak yang berwarna coklat tua, yang jatuh di bawah pohon. Buah bintaro dikupas dengan parang untuk diambil bijinya dengan mengeluarkan daging buahnya dengan rendemen biji keringnya sebesar 6 persen dari keseluruhan buah, biji Bintaro mengandung 50-70% minyak yang tersusun atas 43% asam oleat, 31% asam palmitat dan 17% asam linoleat, yang mempunyai sifat beracun (cerebrin) disamping kandungan asam lemak esensialnya yang sangat rendah (Heyne, 1987). Minyak bintaro skala laboratorium diproses menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut dengan menggunakan peralatan soxhlet dan pelarut n-heksana. Proses pengeringan biji pada suhu 500 sampai 600 C selama 48 sampai 72 jam dan kemudian diekstraksi sekitar 6 sampai 8 jam yang menghasilkan bungkil dengan kadar minyak rendah (1 sampai 2 persen), dengan mutu minyak kasar yang dihasilkan relatif baik. Dari proses ekstraksi minyak bintaro pada skala laboratorium diperoleh rendemen sebesar 56,3% dengan kualitas minyak yang sangat baik. Komposisi asam lemak minyak bintaro didominasi oleh asam lemak oleat, palmitat, linoleat dan stearat. Dari hasil proses ekstraksi diperoleh ampas yang mempunyai nilai kalor cukup tinggi. Hasil uji coba skala laboratorium ini disajikan dalam bentuk neraca massa yang ditunjukkan pada gambar di atas, dan karekteristik minyak biodesel bintaro seperti table di bawah (Purwanto et. al., 2011).
Suatu minyak nabati jika digunakan langsung untuk bahan bakar pada mesin diesel akan menimbulkan masalah yang diakibatkan oleh tingginya nilai viskositas (kekentalan) minyak nabati yang akan menyulitkan pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Faktor yang mempengaruhi reaksi transeterifikasi adalah alkohol yang digunakan, katalis yang digunakan, perbandingan mol alcohol terhadap minyak, kemurnian rektan, intensitas pengadukan, dan kromatografi gas (GC). Karakteristik Biodiesel :
Parameter
Nilai
Standart Biodiesel Indonesia
Viskositas (cSt, 40°C)
3,55
2,3 – 6,0
Densitas (g/cm3, 40°C)
0,894
0,850 – 0,890
Bilangan asam (mg KOH/g)
0,34
Maks. 0,8
Titik asap (mm)
26
Min. 18°C
Titik tuang (°C)
< 0
-15 – 10
Nilai kalor (MJ/kg): -Gross
39,56
38,45 – 41,00
-          Nett
39,47


Reforestasi dengan tanaman bintaro dapat dikembangkan melalui kegiatan perhutanan sosial di sentra produksi pangan. Kegiatan tersebut berdampak bagi penurunan emisi dan insentif agar petani dapat meningkatkan produktivitas pangan, terutama beras. Purwanto et. al., (2011) menjelaskan bahwa pemanfaatan tanaman sebagai sumber energi terbarukan ini mengacu pada Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang pengelolaan energi nasional dalam rangka menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri serta guna mendukung pembangunan berkelanjutan, dimana target sampai tahun 2025 untuk mengoptimalkan bahan bakar nabati mencapai 5 persen. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 bahwa penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (bio fuel) sebagai bahan bakar alternatif.
Dari hasil uji beberapa karakteristik biodiesel yang berasal dari minyak biji buah bintaro memenuhi standar Eropa (EN 14214), Amerika (ASTM D 6752) dan Indonesia (SNI) untuk bahan bakar biodiesel sebagai bahan bakar pengganti solar. Karakteristik sifat fisik biodiesel secara umum telah memenuhi standar SNI-04-7182-2006, kecuali temperature destilasi 90% vol biodiesel yang dihasilkan telah melampaui syarat mutu, namun dinilai masih memenuhi persyaratan biosolar. Klasifikasi biodiesel minyak biji bintaro secara umum memenuhi klasifikasi bahan bakar diesel kelas rendah belerang No. 2-D, yaitu bahan bakar untuk mesin-mesin berkecepatan putar sedang dan rendah seperti mesin untuk industri dan mesin kendaraan berat.

Upaya  Promotif
Tanaman bintaro merupakan suatu potensi sebagai energi alternatif yang menghasilkan biodiesel yang simultan dengan konservasi hutan untuk memperkaya stok karbon dan meningkatkan kesejahteraan petani. Perlunya inovasi teknologi yang dapat memproses buah bintaro dalam skala yang luas yang efektif dan efisien.
Adanya publikasi bahwa pohon bintaro beracun dan dapat mengakibatkan kelumpuhan menyebar tindakan penebangan dan pembongkaran terhadap pohon bontaro. Oleh karena itu, perlu adanya penyampaian informasi secara berimbang pada masyarakat mengenai kerugian ataupun manfaat yang dapat diambil dari pohon bintaro yang kemudian diikuti dengan pengelolaan dan penggunaan yang tepat.
Sifat beracun pohon bintaro dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati. Racun pada tanaman adalah system alami yang dikembangkan sebagai strategi pertahanan bagi tanaman tersebut dan sama sekali bukan untuk membahayakan manusia. Tidak semua tumbuhan beracun merugikan dan tidak semua tanaman obat memberikan manfaat. Jika bintaro dikelola dan dimanfaatkan sengan tepat, meski mengandung racun belum tentu berbahaya bagi manusia.
Penebangan terhadap pohon bintaro di berbagai kota akan berpengaruh besar terhadap keseimbangan ekosistem. Keberadaan pohon bintaro memiliki banyak manfaat, baik bagi lingkungan maupun manusia itu sendiri. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi sifat beracun pohon bintaro  antara lain yaitu: pemasangan tenda peringatan atau himbauan bahwa pohon bintaro beracun dan tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi, pemberian pagar pengaman di sekeliling tanaman, dan pemilihan lokasi penanaman yang tepat.

Upaya Preventif
Upaya optimalisasi potensi pohon bintaro dapat dilakukan melalui pola kemitraan pihak yang berkompeten (akademis, peneliti, Dinas Pertanian, dan Dinas Kehutanan), pendampingan, dan sosialisasi pada masyarakat dalam penanaman maupun pemeliharaannya, sehingga terhindar dari resiko keracunan. Upaya mengolah dan mengembangkan bintaro menjadi berbagai produk yang bermanfaat seperti lilin, biodiesel, deodorant, pestisida nabati, maupun obat-obatan dapat diberikan kepada masyarakat berdasarkan pada penelitian ilmiah.
Bintaro ( Cerbera manghas L. ) merupakan salah satu jenis tanaman mangrove yang berguna untuk penghijauan, penghias kota, tanaman obat yang potensial, dan bahan baku kerajinan. Tanaman ini dikenal beracun karena bijinya mengandung cerberine yang dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung, sehingga dapat mengakibatkan kematian. Dalam pemanfaatannya sebagai pestisida nabati, bintaro antara lain dapat digunakan untuk pengendalian rayap dan kutu rambut. Belum banyak penelitian tentang pemanfaatan bintaro sebagai pestisida nabati. Oleh sesab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pemanfaatan bintaro sebagai salah satu insektisida nabati yang sangat potensial. Pendapatan petani per tahun pada lahan seluas satu hektar bila mengusahakan tanaman bintaro sebesar 6 juta rupiah, lebih besar dari pada mengusahakan kegiatan tanaman pangan dengan pendapatan sebesar sekitar 5,5 juta rupiah. Keunggulan melakukan budidaya tanaman bintaro yakni merupakan tanaman tahunan masa produktif panjang. Tanaman pangan merupakan tanaman semusim yang secara berkala harus dilakukan penanaman kembali setelah panen. Dengan demikian pengusahaan tanaman bintaro dapat menghemat tenaga kerja, yang dibutuhkan pada waktu panen dan pengolahan hasil menjadi bio diesel. Adanya lahan yang tidak optimal dimanfaatkan untuk kegiatan tanaman pangan dan potensi buah bintaro yang belum termanfaatkan merupakan suatu peluang untuk penambahan pendapatan petani sekaligus penyediaan sumber energi altenatif dari tumbuhan atau bio energi.

DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Najib. 2011. Membangun Perhutanan Sosial Berbasis Energi Terbarukan Tanaman Bintaro di Sentra Produksi Pangan. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Jl. Raya Inderalaya Km.32, Inderalaya. Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 Palembang. ISBN : 979-587-395-4. KMT-1.
Atabani, A.E. 2007. Biodiesel: a promising alternative energy resource. Department of Mechanical Engineering, University of Malaya, 50603 Kuala Lumpur, Malaysia.
Endriana, Dodi. 2007. Sintesis Biodiesel (Metil Ester) dari Minyak Biji Bintaro (Cerbera odollam Gaertn.) Hasil Ekstraksi. Depok: Universitas Indonesia. (Skripsi).
Euthalia, Hanggari Sittadewi. 2008. Identifikasi Vegetasi di Koridor Sungai dan Perannya dalam Penerapan Metode Bioenginering. Peneliti Madya Pada Pusat Teknologi Sumberdaya Lahan,Wilayah dan Mitigasi Bencana, BPPT. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 10 No. 2 Agustus 2008 Hlm. 112-118.
Evy Setiawati, Fatmir Edwar. 2012. Teknologi Pengolahan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi sebagai Alternatif Bahan Bakar Mesin Diesel (Technology Processing of Biodiesel from Used Cooking Oil by Microfiltration and Transesterification Techniques as an Alternative Fuel of Diesel Engine). Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru. Jurnal Riset Industri Vol. VI No. 2, 2012, Hal. 117-127.
Greg Iman1, Tony Handoko. 2011. Pengolahan Buah Bintaro sebagai Sumber Bioetanol dan Karbon Aktif. Bandung: Jurusan Teknik Kimia FTI UNPAR. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693 – 4393.
Nur Alindatus Sa’diyah1, Kristanti Indah Purwani, dan Lucky Wijayawati. 2013. Pengaruh Ekstrak Daun Bintaro (Cerbera odollam) terhadap Perkembangan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.). Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) E-111.
Priyohadi Kuncahyo, Aguk Zuhdi M. Fathallah , Semin . 2013. Analisa Prediksi Potensi Bahan Baku Biodiesel Sebagai Suplemen Bahan Motor Diesel di Indonesia. Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS). Jurnal Teknik Pomits. Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-62.
Sri Utami, Lailan Syaufina, Noor Farikhah Haneda. 2010. Daya Racun Ekstrak Kasar Daun Bintaro (Cerbera odol/am Gaertn.) Terhadap Larva ( Spodoptera litura) Fabricus. Jurnal llmu Pertanian Indonesia, him. 96-100 ISSN 0853- 4217. Vol. 15 No. 2 (211-220).
Utami, Sri. 2010. Aktivitas Insektisida Bintaro ( Gaertn) Terhadap Hama spp. pada Skala Laboratorium Cerbera odollam Eurema (Activities of Bintaro ( Gaertn.) Insecticide on spp. Pest in Laboratory Scale). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Vol. 7 No. 4
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 2011. Bintaro (Cerbera manghas) Sebagai Pestisida Nabati.Vol 17, Nomor 1.
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 2011. Hama Ulat Pemakan Daun Tanaman Bintaro (Cerbera manghas).Vol 17, Nomor 1.
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 2011. Potensi Tanaman Bintaro (Cerbera manghas) Sebagai Alternatif Sumber Bahan Bakar nabati. Vol 17, Nomor1.

Yvan Gaillarda, Ananthasankaran Krishnamoorthy, Fabien Bevalot. 2004. Cerbera odollam: a ‘suicide tree’ and cause of death in the state of Kerala, India. Journal of Ethnopharmacology 95 (2004) 123–126.

No comments:

Post a Comment