MAKALAH KONSEP DASAR
PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
BIMBINGAN KONSELING
BIMBINGAN KONSELING
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan
dan konseling merupakan salah satu komponen dalam keseluruhan sistem
pendidikan, khususnya di sekolah. Guru sebagai salah satu pendukung unsur
pelaksana pendidikan yang mempunyai tanggung jawab sebagai pendukung pelaksana
layanan bimbingan pendidikan di sekolah, dan di tuntut untuk memiliki wawasan
yang memadai terhadap konsep–konsep dasar bimbingan dan konseling di sekolah.
Prmbimbing
atau konselor yang biasanya disebut juga guru pembimbing adalah menangani kasus
yang dihadapkan kepadanya berkenaan dengan pentingnya permasalahan kasus bagi
konselor, beberapa pokok yang perlu menjadi perhatian konselor sejak awal
penanganan kasus itu, yaitu karakteristik kasus pada umumnya, upaya pemahaman,
penanganan, dan penyikapan terhadap kasus. Sedangkan yang di bimbing, konsele,
atau disebut klient atau pelanngar dengan proses dalam mana seseorang individu
yang sedang mengalami masalah, dibantu untuk merasa dan bertingkah laku dalam
suasana yang lebih menyenangkan melalui interaksi dengan seseorang yang tidak
bermasalah yang menyediakan informasi dan reaksi-reaksi yang merangsang klien
untuk mengembangkan tingkah laku yang memungkinkannya berperan secara lebih
efektif bagi diri sendiri dan lingkungannya.
Kebutuhan
akan layanan bimbingan di sekolah dasar muncul dari karakteristik dan
masalah-masalah perkembangan peserta didik. Pendekatan perkembangan dalam
bimbingan merupakan pendekatan yang tepat digunakan di sekolah dasar karena
pendekatan ini berorientasi pada pengembangan ekologi perkembangan peserta didik.
Dalam pelaksaannya, pelayanan bimbingan dan konseling harus didasarkan pada sejumlah asas untuk menjamin keteraturan dan ketepatan penyelenggaraannya serta keterarahan serta hasil-hasil yang diharapkan. Guru dapat melibatkan berbagai pihak yang terkait terutama orang tua siswa, sehingga akan lebih efektif ketimbang bekerja sendiri. Bimbingan konseling dirancang secara sistem terbuka, dengan demikian penyempurnaan dan modifikasi dapat dilakukan setiap saat sepanjang dilakukan.
Dalam pelaksaannya, pelayanan bimbingan dan konseling harus didasarkan pada sejumlah asas untuk menjamin keteraturan dan ketepatan penyelenggaraannya serta keterarahan serta hasil-hasil yang diharapkan. Guru dapat melibatkan berbagai pihak yang terkait terutama orang tua siswa, sehingga akan lebih efektif ketimbang bekerja sendiri. Bimbingan konseling dirancang secara sistem terbuka, dengan demikian penyempurnaan dan modifikasi dapat dilakukan setiap saat sepanjang dilakukan.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah sejarah konsep dasar bimbingan dan konseling.
2.
Apakah konsep pengertian bimbingan.
3.
Apakah konsep pengertian konseling.
4.
Sebutkan unsur-unsur bimbingan.
5.
Jelaskan ciri-ciri pokok konseling.
6.
Sebutkan sifat-sifat bimbingan dan konseling.
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui sejarah konsep dasar dari bimbingan dan konseling.
2.
Untuk mengetahui konsep pengertian dari bimbingan.
3.
Untuk mengetahui konsep pengertian dari konseling.
4.
Untuk mengetahui unsur-unsur dari bimbingan.
5.
Mengetahui ciri-ciri pokok konseling.
6.
Mengetahui sfat-sifat dari bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Konsep Bimbingan dan Konseling
Bimbingan konseling merupakan ilmu yang
relatif masih baru dibanding ilmu yang lainnya, perkembangan bimbingan dan
konseling dimulai sekitar abad XX, diawali dengan munculnya gerakan-gerakan di
Amerika serikat yang dipelopori oleh tokoh-tokoh tokoh-tokoh Frank Parsons,
Jesse B. Davis, Eli weber, Jhon Brewer, Josh meriil. Diawali tahun 1895 di
California oleh Josh Meril. Dan tahun 1908 oleh Frank Parsons dengan mendirikan
biro di Boston, biri tersebut dimaksudkan untuk membantu mencapai
efisiensi kerja , dimana Frank membantu para pengangguran dalam mencari
pekrjaan yang terdapat dengan cara mencocokkan karakteristik dengan tuntutan
atau persyaratan pekerjaan. Jesse B. Davis sebagai konselor sekolah di Central
High school di Deteroit, Davis memberikan mata kuliah Bimbingan dan Konseling.
Pada tahun 1910-1916, kegiatan tersebut juga dilakukan oleh Eli Wever di New
York dan Jhon Brewer di Universitas Harvard, mereka termasuk tokoh-tokoh
Bimbingan Dan Konseling.
Setelah Perang dunia II kegiatan
bimbingan dan konseling lebih dimanfaatkan untuk membantu tentara veteran
perang dalam upaya mencari pekerjaan agar dapat kembali pada masyarakat.
Bimbingan dan Konseling semakin luas tidak hanya dalam lapangan pekerjaan
melainkan juga dalam pendidikan dan kepribadian. Dalam perkembangannya
diberikan di lapangan industri, pendidikan, ketentaraan, dan lain-lain.
Sejarah perkembangan Bimbingan dan
Konseling lebih singkat dari perkembangan di Amerika serikat. Perkembangan di
Indonesia dimulai dari bidang pendidikan. Bimbingan dan Konseling dikenal oleh
beberapa tokoh, yang berkunjung ke Amerika Serikat. Dalam konfrensi FKIP se
Indonesia pada tahun 1960 di Malang diputuskan bahwa Bimbngan dan Konseling
yang saat itu masih dikenal bimbinga dan penyuluhan dimasukkan dalam kurikulum
FKIP. Sebelum nama konseling dikenal di Indonesia sudah melakukan gerakan
sepeti Frank Parsons di Amerika Serikat, hal ini dapat dilihat dengan didirikan
kantor Penempatan Kerja setelah proklamasi kemerdekaan dan Kemudian dikenal
sebagai Balai Latihan Kerja sebagai tempat melatih para pencri pekerjaan.
Pertama kali Bimbingan dan Konseling tertuang dalam kurikulum 1975 untuk SMP
dan SMA. Salah satu peristiwa yang menunjukan sejarah bimbingan dan Konseling
yaitu diselenggarakannya Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang pada tahun1975
yang mendirikan organisasi profesi bimbingan dan konseling yang saat itu diberi
nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), yang saat ini telah berganti
dengan nama menjadi ABKIN ( Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia).
Sebelum tahuh 60an sebenarnya di
Indonesia sudah mengenal Bimbingan dan Penyuluhan yang ditandai dengan adanya
Perguruan Taman Siswa, yang siswanya diberikan kebebasan mengatur dirinya
sendiri tahun 1923. Pada 1926 didirikan sekolah kerja oleh Muh, Safi’i yang
siswanya diarahkan agar dapat bekerja. Pada tahun 1962 SMA gaya baru ada
intruksi P & K untuk pelayanan bimbingan dan Konseling. Di IKIP
Malang dan Bandung pada tahun 1964. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat
aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK
Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai
petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK
Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling
di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di
sekolah mulai jelas.
Ontologi
membahas hakikat yang ada, ini yang harus dilakukan oleh konselor untuk
menyadarkan manusia bahwa ia merupakan makhluk Tuhan yang memiliki
potensi-potensi keagamaan, maupun memiliki tanggung jawab keagamaan. Dengan
demikian perlu adanya bidang bimbingan beragama dalam pelayanan bimbingan dan
konseling. Untuk lebih memahami definisi dan hakikat bimbingan kehidupan
bergama maka perlu dipahami terlebih dahulu tentang bimbingan dan konseling
secara umum. Epistemologi menyangkut bagaiamana cara memperoleh ilmu
pengetahuan dan objeknya, pengetahuan-pengetahuan agama yang akan dijadikan
landasan bagi konselor untuk melaksanakan bidang bimbingan beragama, diperoleh
dengan memanfaatkan beberapa sarana dan cara, di antaranya akal, empirisme,
intuisi, dan wahyu. Aksiologi menyangkut nilai kegunaan, apabila mengamati secara
dalam tentang arti bimbingan kita dapat mempersiapkan sedini mungkin masa depan
klien, sesuai dengan arah tujuan yang hendak dicapai. Pelaksanaan
bidang keberagamaan berjalan dengan sukses apabila memahami bahwa
individu mempunyai suatu kepribadian yang sangat berbeda. Hal tersebut
terbentuk dari pengaruh baik dari dalam yang berupa bakat bawaan maupun
pengaruh dari lingkungan masyarakat. Keadaan yang senantiasa berubah pada
individu itulah yang perlu mendapat perhatian bimbingan, sehingga dapat
terarahkan untuk menentukan pilihan pilihan hidupnya. Demikian ini merupakan suatu gambaran sekilas tentang kondisi individu yang perlu
diperhatikan sebelum kita memberikan bimbingan.
B. Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan terjemahan dari “Guidance”
dan Konseling merupakan serapan kata dari “counseling”. Guidance berasal
dari akar kata “guide” yang secara luas bermakna mengarahkan (to
direct), memandu (to pilot), mengelola (to manage),
menyampaikan (to descript), mendorong (to motivate), membantu
mewujudkan (helping to create), memberi (to giving),
bersungguh-sungguh (to commit), pemberi pertimbangan dan bersikap
demokratis (democratic performance). Sehingga bila dirangkai dalam
sebuah kalimat Konsep Bimbingan adalah Usaha secara demokratis dan
sungguh-sungguh untuk memberikan bantuan dengan menyampaikan arahan, panduan,
dorongan dan pertimbangan, agar yang diberi bantuan mampu mengelola,
mewujudkan apa yang menjadi harapannya. Sedangkan Counseling maknanya
melingkupi proses (process), hubungan (interaction), menekankan
pada permasalahan yang dihadapi klien (performance, relationship),
professional, nasehat (advice, advise, advisable). Sehingga clue yang
bisa di ambil dari definisi tersebut adalah proses interaksi pihak yang
professional dengan pihak yang bermasalah yang lebih
menekankan pada pemberian advice yang advisable. Jadi apabila
digabungkan Bimbingan dan Konseling adalah Usaha secara demokratis dan
atas dasar komitmen antara counselor dengan counselee dalam
memberikan bantuan dalam bentuk arahan, panduaan, dorongan
dan pertimbangan yang bersifat advisable agar counselee
mampu mengelola dan mewujudkan harapannya sendiri.
Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli, namun
tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan. Pengertian
tetang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad
ke-20, yang diprakarsai oleh Frank
Parson pada tahun 1908. Sejak itu muncul rumusan tetang bimbingan sesuai
dengan perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai suatu pekerjaan yang khas yang
ditekuni oleh para peminat dan ahlinya. Pada
bagian yang lain, Shetzer dan Ston (1980), misalnya menggunakan kata hubungan
pemberian bantuan untuk suatu proses konseling yang berarti interaksi antara
konselor dengan klien dalam upaya memberikan kemudahan terhadap cara-cara
pengembangan diri yang positif. Dalam konteks ini,sejalan dengan peraturan
pemerintah No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 25 ayat 1, dikatakan
bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka
upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”. Pengertian bimbingan yang dikemukakan
oleh para ahli memberikan pengertian yang saling melengkapi satu sama lain.
“Bimbingan membantu individu untuk lebih
mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri”. (Chiskolm,1959).
Pengertian bimbingan yang dikemukan oleh
Chiskolm, yaitu bahwa bimbingan membantu individu memahami dirinya sendiri.
Pengertian menitik beratkan pada pemahaman terhadap potensi diri yang dimiliki.
Menurut Bernard & Fullmer (1969) Bimbingan merupakan kegiatan yang
bertujuan meningktkan realisasi pribadi setiap individu. Pengertian yang
dikemukakan oleh Bernard dan Fullmer bahwa bimbingan dilakukan untuk meningkatkan
pewujudan diri individu. Dapat dipahami bahwa bimbingan membantu individu untuk
mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.
“Bimbingan
sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan proses belajar yang
sistematik” (Mathewson,1969).
Mathewson
mengemukakan bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan pada
proses belajar. Pengertian ini menekankan bimbingan sebagai bentuk pendidikan
dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh melalui proses belajar.
Dari beberapa pengertian bimbingan yang
dikemukakan oleh para ahli maka dapat diambil kesimpulan tentang pengertian
bimbingan yang lebih luas, bahwa bimbingan adalah : proses pemberian bantuan
yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang
individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan
kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan
norma-norma yang berlaku.
Bimbingan dalam rangka menemukan
pribadi, mengandung makna bahwa guru kelas
dalam kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan diharapkan mampu memberikan
bantuan kepada siswa dan pihak-pihak yang dekat dengan siswa, seperti orang tua
atau wali, agar dengan keinginan dan
kemampuannya dapat mengenal kekuatan dan kelemahan yang dimiliki siswa serta
menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut.
Proses pengenalan harus ditindak lanjuti dengan proses penerimaan. Tanpa
diimbangi dengan suatu bentuk penerimaan,siswa dan pihak-pihak yang dekat
dengannya, akan mengalami kesulitan untuk mengembangan kekuatan dan
kelemahannya tersebut secara baik.
Bimbingan dalam rangka mengenal
lingkungan, mengandung makna bahwa guru seyogyanya mampu memberikan kemudahan
(bantuan) kepada siswa dan pihak-pihak yang dekat dengannya, untuk mengenal
lingkungannya dengan baik, termasuk lingkungan yang ada diluar sekolah. Siwa hendaknya
mampu mengenal secara lebih baik fungsi dari semua fasilitas yang ada di
sekolahnya, yang pada gilirannya akan mampu mengoptimalkan siswa yang
bersangkutan dalam menggunakan fasilitas yang ada tersebut dengan baik.
Bimbingan agar siswa mampu merencanakan
masa depannya, mengandung makna guru diharapkan mampu membantu siswa mengenal
berbagai jenis pekerjaan dan pendidikan yang ada di lingkungan sekitarnya,
serta mengembangkan cita-cita siswa sesuai dengan pengenalan siswa akan
berbagai jenis pekerjaan dan pendidikannya tersebut.
C. Pengertian Konseling
Dalam
bahasa Latin, istilah konseling disebut "Counsilium" yang
berarti "dengan" atau “bersama”. Dalam kamus Bahasa Indonesia, untuk
istilah itu mengandung pengertian kurang lebih sama dengan “penyuluhan”. Namun
demikian penggunaannya sehari-hari telah sangat meluas, dan lebih bersifat non
konseling.
Sebagaimana
dengan istilah bimbingan, istilah konseling jugs telah didefinisikan oleh
banyak ahli, antara lain adalah:
a. Proses
dalam mana konselor membantu klien membuat interpretasi-interpretasi tentang fakta-fakta
yang berkaitan dengan suatu pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang
perlu dibuatnya
(Glenn
e. Smith, dalam Shertzer and Stone, 1974: 18).
b. Proses
yang terjadi dalam hubungan-hubungan seseorang dengan seseorang antara individu
yang berkesulitan karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan
seorang pekerja yang karena latihan dan pengalaman yang dimilikinya mampu membantu
orang lain memperoleh pemecahan-pemecahan berbagai jenis masalah pribadi (Milton E. Hann and Malcolm S.O Maclean,
dalam Shertzer and Stone, 1974: 18).
c. Interaksi
yang (a) terjadi antara dua individu yang masing-masing disebut konselor dan klien;
(b) diadakan dalam suasana profesional; (c) diciptakan dan dikembangkan sebagai
alat untuk memudahkan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien (Pepinsky and Pepinsky, dalam Bruce and
Shertzer).
Definisi di atas disajikan untuk melihat perubahan
dan pengertian dari konseling. Beberapa perbedaan yang lebih tampak ditampilkan
di sini adalah:
a. Definisi
konseling yang lebih awal menekankan pada masalah kognitif (membuat interpretasi-interpretasi
tentang fakta-fakta) sementara definisi yang belakangan menekankan
pengalaman-pengalaman afektif (menetapkan beberapa pemahaman pribadi bagi
tingkah laku) di samping segi-segi kognitif,
b. Definisi
yang lebih awal mengenal konseling sebagai hubungan antara seorang konselor dengan
seorang klien (one to one relationship), sedangkan definisi-definisi yang
belakangan biasanya menunjuk pada lebih dari satu orang klien.
c. Semua
definisi menyatakan atau mengandung pengertian bahwa konseling adalah suatu prows.
Prows mengandung pengertian bahwa konseling bukan kejadian atau peristiwa yang
tunggal, melainkan melibatkan tindakan-tindakan dan praktek yang berangkai (sequential)
serta maju ke arah suatu tujuan.
d. Definisi-definisi
itu pada umumnya menyatakan bahwa hubungan adalah ruwet, dan ditandai oleh
suasana hangat, permisif, pemahaman, dan penerimaan.
e. Kebanyakan
definisi ini menggambarkan orang-orang yang terlibat dalam konseling, yaitu
konselor sebagai seorang yang profesional, lebih tua atau lebih matang; dan
klien sebagai orang yang mengalami masalah, kebingungan atau. frustrasi. Patterson (1967: 219-227) menyatakan
bahwa sewaktu-waktu perlu mendekati suatu definisi dengan mengenyampingkan atau
menunjuk hal-hal spa yang tidak termasuk dalam konseling. Dengan
pengenyampingan itu, banyak kesalahan konsepsi yang ada di sekitar konseling
dapat dikenali, di antaranya adalah :
a. Konseling
bukanlah pemberian informasi, kendatipun informasi dapat diberikan dalam konseling.
b. Konseling
bukanlah pemberian nasihat, saran-saran, dan rekomendasi-rekomendasi (nasihat
hendaklah dipandang sebagaimana adanya dan bukan ditafsirkan sebagai konseling).
c. Konseling
bukanlah mempengaruhi sikap-sikap, kepercayaan-kepercayaan, atau tingkah laku
dengan cara-cara mengajak mengarahkan atau meyakinkan.
d. Konseling
bukanlah mempengaruhi tingkah laku dengan jalan memberi teguran, peringatan, atau
paksaan.
e. Konseling
bukanlah pemilihan atau penugasan individu untuk berbagai pekerjaan atau kegiatan.
f. Konseling
bukanlah wawancara (kendatipun wawancara itu dilibatkan).
Hakikat konseling menurut Patterson, menampilkan
ciri-ciri di bawah ini :
a. Konseling
adalah usaha untuk menimbulkan perubahan tingkah laku secara sukarela pada diri
klien (klien ingin mengubah tingkah lakunya dan meminta bantuan kepada
konselor).
b. Maksud
dan tujuan konseling adalah menyediakan kondisi-kondisi yang memudahkan terjadinya
perubahan secara sukarela (kondisi yang memberi hak individu untuk membuat
perilaku, untuk tidak tergantung pada pembimbing).
c. Usaha-usaha
untuk memudahkan terjadinya perubahan tingkah laku dilakukan melalui wawancara
(walaupun konseling selalu dilakukan dalam wawancara, tetapi tidak semua wawancara
dapat diartikan konseling).
d. Mendengarkan
merupakan suatu hal yang berada dalam konseling tetapi tidak semua konseling
adalah mendengarkan.
e. Konseling
dilaksanakan dalam suasana hubungan pribadi antara konselor dan klien. Hasil pembicaraan
yang dilakukan itu bersifat rahasia. Dengan ciri-ciri pokok demikian itu dapat
dirumuskan bahwa dengan singkat pengertian konseling yaitu proses pemberian
bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut
konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien)
yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
D. Unsur-Unsur Bimbingan
Unsur-unsur pokok bimbingan yaitu :
1.
Pelayanan bimbingan merupakan suatu proses.
2.
Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan.
3.
Bantuan itu diberikan kepada individu, baik perseorangan maupun
kelompok.
4.
Pemecahan masalah dalam bimbingan dilakukan oleh dan atas kekuatan klien
sendiri.
5.
Bimbingan dilaksanakan dengan menggunakan berbagai bahan, interaksi,
nasihat, ataupun papas an, serta alat-alat tertentu baik yang berasal dari
klien sendiri, konselor, maupun dari lingkungan.
6.
Bimbingan tidak hanya diberikan untuk kelompok-kelompok umur tertentu
saja, tetapi meliputi semua usia, mulai dari anak-anak, remaja, dan orang
dewasa.
7.
Bimbingan diberikan oleh orang-orang yang ahli, yaitu orang-orang yang
memiliki kepribadian yang terpilih dan telah memperoleh pendidikan serta
latihan yang memadai dalam bidang bimbingan dan konseling.
8.
Pembimbing tidak selayaknya memaksakan keinginannya kepada klien karena
klien mempunyai hak dan kewajiban untuk menentukan arah dan jalan hidupnya
sendiri, sepanjang dia tidak mencampuri hak-hak orang lain.
9.
Satu hal yang belum tersurat secara langsung dalam rumusan-rumusan di
atas ialah : bimbingan dilaksanakan sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
E.
Ciri-ciri Pokok Konseling
Terdapat beberapa kesamaan yang menyangkut
ciri-ciri pokok berikut ini :
a.
Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan mengadakan
komunikasi langsung, mengemukakan dan memperhatikan dengan saksama isi
pembicaraan, gerakan isyarat, pandangan mata, dan gerakan lain dengan maksud
untuk meningkatkan pemahaman kedua belah pihak yang terlibat di dalam interaksi
itu.
b.
Model interaksi di dalam konseling itu terbatas pada dimensi verbal,
yaitu konselor dank lien saling berbicara. Klien berbicara tentang pikiran-pikirannya,
tentang perasaan-perasaannya, tentang perilakunya dan banyak lagi tentang
dirinya. Di pihak lain, konseling mendengarkan dan menanggapi hal-hal yang
dikemukakan klien dengan maksud agar klien memberikan reaksinya dan berbicara
lagi lebih lanjut. Keduanya terlibat dalam memikirkan, berbicara, dan
mengemukakan gagasan-gagasan yang akhirnya bermuara pada teratasinya masalah
yang dihadapi klien.
c.
Interaksi antara konselor dank lien berlangsung dalam waktu yang
relative lama dan terarah kepada pencapaian tujuan. Berlainan dengan
pembicaraan biasa, misalnya pembicaraan antara dua orang yang sudah bersahabat
dan sudah lama tidak bertemu, arah pembicaraan dua sahabat itu bias menjadi
tidak begitu jelas dan tidak begitu disadari, biasanya di satu segi dapat
bersifat seketika, dan di segi lain melantur kemana.
d.
Tujuan dari hubungan konseling ialah terjadinya perubahan tingkah laku
klien. Konselor memusatkan perhatiannya kepada klien dengan mencurahkan segala
daya upayanya demi perubahan pada diri klien, yaitu perubahan kea rah yang
lebih baik, teratasinya masalah-masalah yang dihadapi klien.
e.
Konseling merupakan proses yang dinamis, dimana individu klien dibantu
untuk dapat mengembangkan dirinya, mengembangkan kemampuan-kemampuannya dalam
mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapi.
f.
Konseling didasari atas
penerimaan konselor secara wajar tentang diri klien, yaitu atas dasar
penghargaan atas harkat dan martabat klien.
F.
Sifat – Sifat Bimbingan dan Konseling
1. Sifat
pencegahan (preventive)
Pemberian
bantuan kepada peserta didik sebelum peserta didik menghadapi kesulitan atau
persoalan yang serius, dengan cara menciptakan suasana lingkungan sekolah yang
menyenangkan.
2. Sifat
pengembangan (development)
Usaha pemberian
bantuan kepada peserta didik dengan mengiringi perkembangan mentalnya, terutama
untuk memantapkan jalan berpikir dan tindakan peserta didik sehingga peserta
didik dapat berkembang secara optimal dan sifat pengembangan ini dilaksanakaan
sebelum peserta didik mnghadapi persoalan serius.
3. Sifat
penyembuhan (curative)
Usaha bantuan
yang diberikan kepada peserta didik selama atau setelah peserta didik mengalami
persoalan serius, dengan tujuan agar peserta didik yang bersangkutan terbebas
dari kesulitannya. Misalnya, peserta didik yang salah memilih bidang studi
menyebabkan dia merasa tidak puas, tidak bergairah belajar, tidak dapat
menyesuaikan diri, dan sebagainya. Melalui layanan bimbingan diadakan koreksi,
yang pada akhirnya mungkin peserta yang bersangkutan perlu dipindahkan jurusan
bidang program.
4. Sifat
pemeliharaan (treatment)
Usaha bantuan
yang bertujuan untuk memupuk dan mempertahankan kesehatan mental p[eserta
didik setelah melalui proses penyembuhan agar peserta didik yang bersangkutan
bertahan dalam kesembuhan.
5. Sifat
Perbaikan
Bimbingan dan Konseling
hendaknya memperbaiki kondisi siswa dari permasalahan yang dihadapinya sehingga
dapat berkembang secara optimal.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hal-hal
di atas dan juga melalui pendapat-pendapat para ahli kita dapat menyimpulkan
bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang
ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja,
maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada
dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sedangkan konseling
yaitu proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh
seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu
masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi
oleh klien. Jadi, bimbingan dan konseling adalah Pelayanan bantuan untuk
peserta didik(individu/kelompok) agar mandiri dan berkembang secara optimal
dalam hubungan pribadi, sosial, belajar, karir; melalui berbagai jenis layanan
dan kegiatan pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Amti, E, dan marjohan. (1992). Bimbingan
dan Konseling. Jakarta : DEPDIKBUD. DITJENDIKTI. PPTKP.
Badarudin, S.Pd. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar. Purwokerto.
Mugiarso, Heru. 2012. Bimbingan
dan Konseling. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang.
Prayitno & Anti, Erman. 1994. Dasar – Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC
Winkel, W.S,. 2005. Bimbingan
dan Konseling di Intitusi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia.
No comments:
Post a Comment